NEWS

Pemerintah Resmi Naikkan Tarif Royalti Batu Bara, Begini Skemanya

Tarif royalti ditetapkan dalam rentang 14%-28%.

Pemerintah Resmi Naikkan Tarif Royalti Batu Bara, Begini SkemanyaIlustrasi batu bara ITMG. (Website ITMG)
19 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko Widodo mengubah ketentuan tarif royalti batu bara melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 15 tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dalam beleid tersebut, tarif tunggal royalti yang sebelumnya 13,5 persen diubah menjadi tarif progresif—dengan rentang 14 persen hingga 28 persen—tergantung pada harga patokan batu bara yang ditetapkan pemerintah.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Lana Saria menjelaskan, royalti maksimum sebesar 28 persen berlaku ketika harga menembus US$100 per ton. Sementara batu bara untuk pemenuhan kewajiban pasar domestik (DMO) ke pembangkit listrik dan beberapa industri lainnya akan dikenakan royalti 14 persen lantaran harganya dibatasi pada US$70 dan US$90 per ton.

Skema baru tersebut ditetapkan menyusul beralihnya rezim perizinan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dus, tarif royalti tersebut baru berlaku untuk IUPK yang diterbitkan sebelum 2022, sedangkan yang diterbitkan tahun ini akan dikenakan tarif baru pada 2023.

“Tujuannya untuk peningkatan penerimaan negara sekaligus menjaga kelangsungan pertambangan batu bara dan iklim investasi,” ujarnya seperti dikutip The Strait Times.

Meski demikian, ada perlakuan tarif khusus untuk penambang lama yang memperpanjang PKP2B dan mengubahnya menjadi IUPK. Dalam aturan tersebut, mereka bisa memperoleh rentang tarif 14 persen hingga 28 persen bergantung pada kelompok harga. Sedangkan untuk penambang batu bara yang baru mengajukan IUPK bakal terkena tarif royalti di kisaran 20 persen hingga 27 persen. 

Prusahaan pertambangan batu bara yang PKP2B-nya belum berakhir, tetap membayar royalti dikenakan tarif yang semula disepakati dengan pemerintah.Sementara itu, pemegang izin usaha pertambangan batu bara yang dikenal dengan Izin Usaha Pertamn (IUP) akan dikenakan royalti berdasarkan nilai kalori sesuai aturan 2019.

Kompensasi BPK UU Cipta Kerja

Sebelumnya, rencana pengubahan skema tarif royalti tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu-bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Ia menuturkan akan ada dua PP yang akan diterbitkan untuk memuluskan rencana tersebut, yakni revisi PP nomor 91 tahun 2018 tentang PNBP dan PP baru tentang Perlakuan Perpajakan Industri Batu-bara.

"PP 91/2018 tentang PNBP antara lain akan mengatur tarif royalti batu bara bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), dan PP tentang Perlakuan Perpajakan Industri Batu-bara akan mengatur tarif royalti bagi pemegang IUP Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)," ungkap Hendra kepada Fortune Indonesia, Jumat (11/3).

Hendra menjelaskan, kontribusi perusahaan tambang batu bara ke negara, baik pemegang PKP2B maupun IUP, selama ini berupa pajak dan non-pajak (PNBP). 

Untuk PNBP, kontribusi terbesar adalah melalui pembayaran iuran produksi (royalti), yang tarifnya berbeda bagi pemegang PKP2B dan IUP. 

Tarif royalti pemegang PKP2B (generasi 1, 2, dan 3) sebesar 13,5 persen, sedangkan bagi pemegang IUP bervariasi pada 3 persen, 5 persen, dan 7 persen bergantung pada kualitas (kalori) batubara yang diproduksi. Karena itu terdapat disparitas pengenaan tarif royalti yang menyebabkan ketidaksetaraan antara pemegang IUP dan PKP2B.  

"Kabarnya rencana pemerintah menaikkan tarif royalti yang sangat tinggi tersebut untuk mengompensasi dampak penetapan batu bara sebagai barang kena pajak (BKP) di dalam UU Cipta Kerja," kata Hendra.

Related Topics