NEWS

Pungutan Ekspor Sawit "Diliburkan'" hingga 31 Agustus 2022

Tarif nol untuk ekspor sawit diharpkan kerek harga TBS.

Pungutan Ekspor Sawit "Diliburkan'" hingga 31 Agustus 2022Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/pras.
18 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah mengubah tarif Pungutan Ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya menjadi US$0/MT melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 115 tahun 2022. Kebijakan tersebut berlaku mulai 15 Juli sampai dengan 31 Agustus 2022.

Harapannya kebijakan tersebut dapat mengurangi kelebihan suplai CPO di dalam negeri sehingga dapat mempercepat ekspor produk CPO dan turunannya.

Dengan percepatan ekspor tersebut, diharapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat pekebun khususnya pekebun swadaya akan meningkat.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, kebijakan tersebut dikeluarkan sebagai tindak lanjut dari hasil Rapat Koordinasi antara kementerian di bawah koordinasinya beberapa waktu yang lalu.

Selain menaikkan harga TBS, "puasa" pungutan ekspor CPO dan turunannya juga diharapkan dapat memberi efek keadilan dan kepatuhan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri. Pasalnya, pungutan dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus kepada pembangunan industri kelapa sawit rakyat.

Ketersediaan dana dari pungutan ekspor diharapkan dapat meningkatkan akses pekebun swadaya terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih.

"Pemerintah tetap berkomitmen untuk mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional dan tulang punggung (backbone) perekonomian nasional," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (18/7). 

Pertimbangan lain dalam penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor yakni keberlanjutan dari pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional. 

Dukungan itu, khususnya dalam perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit, utamanya pembangunan Unit Pengolahan Hasil, penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel serta pemenuhan kebutuhan pangan melalui pendanaan penyediaan minyak goreng bagi masyarakat.

Perubahan kebijakan tersebut juga merupakan momentum bagi BPDPKS untuk semakin meningkatkan layanannya dengan tetap menjaga akuntabilitas serta transparansi pengelolaan dan penyaluran dana perkebunan kelapa sawit.

Semua pihak pun diharapkan untuk terus mendukung kebijakan Pemerintah karena Pemerintah menyadari bahwa semua kebijakan terkait kelapa sawit tujuan akhirnya yakni terciptanya kesinambungan (sustainability) kelapa sawit mengingat peranan kelapa sawit yang sangat penting dalam perekonomian nasional.

Kerek realisasi ekspor CPO

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan pemerintah terus berupaya agar harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit bisa naik.

Menurutnya, realisasi ekspor CPO masih rendah, memerlukan insentif berupa penurunan pungutan ekspor.

"Supaya lancar kita mungkin akan menurunkan (pungutan). Tadi malam saya bicara sama Menteri Keuangan terkait TPE (tarif pungutan ekspor). Mungkin kita bawa sampai ke bawah sehingga orang dikasih insentif untuk ekspor," ujar Luhut di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (7/7).

Dia meyakini mulusnya ekspor CPO akan memungkinkan tangki pabrik kelapa sawit untuk kembali menyerap TBS. Dengan demikian, harga TBS dapat kembali naik.

"Kemudian kita bikin B30 menjadi B40 itu juga ada 2,5 juta ton masuk ke sana, itu juga nanti berarti permintaan naik," kata Luhut.

Related Topics