NEWS

Sri Mulyani: Belanja APBN untuk Perubahan Iklim Rp83,8 T per Tahun

Belanja APBN berperan sebagai katalisator pembiayaan iklim.

Sri Mulyani: Belanja APBN untuk Perubahan Iklim Rp83,8 T per TahunMenteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri B20 WiBAC di Jakarta, Jumat (17/6)/ FORTUNE INDONESIA/DESY Y.
27 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan alokasi anggaran APBN untuk mengatasi masalah perubahan iklim rata-rata mencapai Rp83,8 triliun per tahun sejak 2016. Secara umum, nominal anggaran tersebut juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Pada 2016-2018, misalnya realisasi anggaran perubahan iklim masing-masing sebesar Rp72,35 triliun (2,81 persen dari APBN), Rp95,58 triliun (4,24 persen) dan Rp132,48 triliun (5,70 persen).

Hanya saja, pada 2019 dan 2020, nominal alokasi anggaran tersebut mengalami tren penurunan akibat kebijakan relokasi dan refocussing anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19.

"Seiring dengan pemulihan ekonomi, anggaran perubahan iklim mengalami peningkatan pada tahun 2021 dengan total anggaran sebesar Rp104,79 triliun," ujarnya dalam webinar Unlocking Innovative Financing Schemes and Islamic Finance to Accelerate A Just Energy Transition in Emerging Economies, Rabu (27/7).

Dengan rata-rata anggaran yang mencapai Rp83,8 triliun atau 3,66 persen terhadap APBN per tahun itu, kata Sri Mulyani, seharusnya pemerintah telah memenuhi 31,5 persen kebutuhan dana untuk transisi energi yang mencapai Rp3.461 triliun atau Rp266,2 triliun per tahun sejak 2016 hingga 2030. 

"Tidak besar tapi perannya justru menjadi katalisator ketimbang menggantikan sumber pembiayaan terpenting yang seharusnya berasal dari Industri maupun lembaga keuangan swasta," tuturnya.

APBN sebagai katalisator

Sebagai informasi, kebutuhan dana untuk transisi energi yang mencapai Rp3.461 triliun seperti disebut Sri Mulyani didasarkan pada penghitungan Second Biennale Update Report 2018.

Sebagai katalisator untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan tersebut, APBN mengakomodasi berbagai kebijakan insentif fiskal salah satunya lewat perpajakan.

“Pertama menggunakan tax holiday, tax allowance, bahkan kita juga memberikan pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai (PPn), bahkan pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemerintah, dan untuk kegiatan geothermal, kita bisa memberikan pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan (EBT),” kata Sri Mulyani.

Selain itu, Kemenkeu juga sudah memperkenalkan pajak karbon dalam pembentukan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, untuk mendorong  sektor swasta, agar menginternalisasi konsekuensi ekonomi dalam bentuk emisi karbon dalam hitungan investasi mereka.

Pajak karbon akan jadi pelengkap mekanisme pasar karbon, yang nantinya dapat mendorong inovasi teknologi serta investasi yang lebih efisien dan konsisten.

Related Topics