NEWS

Sri Mulyani Jelaskan Bahaya Inflasi jika LPG, BBM dan Listrik Naik

Pemerintah proyeksikan inflasi 2-4 persen di 2023.

Sri Mulyani Jelaskan Bahaya Inflasi jika LPG, BBM dan Listrik NaikMenteri Keuangan, Sri Mulyani. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
31 May 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan laju inflasi domestik pada April lalu bisa jauh di atas 3,5 persen jika pemerintah tak menahan kenaikan harga jual BBM, listrik dan LPG. Pasalnya, faktor pengungkit inflasi bulan lalu tak hanya peningkatan harga komoditas global, melainkan juga kenaikan konsumsi jelang Idulfitri.

Mulai pulihnya permintaan domestik tersebut tercermin pada pergerakan inflasi inti (core inflation) yang berada dalam tren yang meningkat.

"Sejatinya, inflasi domestik berpotensi meningkat jauh lebih tinggi jika kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di pass-through ke harga-harga domestik. Namun, potensi transmisi tingginya harga komoditas global tersebut dapat kita redam, dengan jalan mempertahankan harga jual BBM, LPG dan listrik di dalam negeri untuk tidak naik," ujarnya di DPR, Selasa (31/5).

Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa laju inflasi dalam Kerangka Makro Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2023 dipatok pada kisaran 2,0 persen sampai 4,0 persen dengan memperhatikan sejumlah dinamika ekonomi global saat ini. 

Salah satunya tingginya tekanan inflasi akibat melonjaknya harga komoditas, terutama setalah pecah konflik Rusia-Ukraina. Di AS dan Eropa, misalnya, laju inflasi sudah mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir. Sementara inflasi di Argentina dan Turki masing-masing mencapai 58 persen dan 70 persen pada April 2022.

Lantaran itu lah, lanjut Bendahara Negara, APBN berperan penting sebagai shock absorber sehingga daya beli masyarakat serta keberlanjutan pemulihan ekonomi tetap dapat dijaga.  Hingga kini, pemerintah terus melanjutkan berbagai kebijakan untuk melindungi masyarakat, seperti melalui skema subsidi dan bantuan sosial. 

"Kebijakan pengendalian inflasi lainnya juga ditempuh bersama dengan Bank Indonesia melalui koordinasi yang kuat dalam forum Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN), baik di tingkat pusat maupun daerah," jelasnya.

Harga komoditas 2023 diperkirakan melandai

Menurut Sri Mulyani, berbagai upaya pengendalian inflasi yang dilakukan pemerintah juga telah berhasil menjaga laju inflasi berada pada level yang moderat. Berbagai lembaga internasional memperkirakan inflasi Indonesia tahun 2022 masih berada di bawah 4,0 persen, dengan Consensus Forecast per Mei 2022 pada kisaran 3,6 persen. 

Untuk tahun 2023, beberapa lembaga internasional memperkirakan bahwa harga komoditas akan melandai, lebih rendah dibandingkan tahun 2022, meskipun masih berada pada level yang tinggi. 

Kemudian, laju inflasi global 2023 juga diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2022. "Oleh karena itu, kami berpandangan bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2,0 persen sampai 4,0 persen masih cukup realistis," jelasnya.

Terkait asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), ia sependapat dengan pandangan parlemen bahwa faktor ketidakpastian masih tinggi, khususnya terkait penyelesaian konflik geopolitik serta prospek kinerja ekonomi global seperti di AS dan Tiongkok, yang akan berdampak pada keseimbangan supply-demand minyak di tahun 2023. 

Karena itu, prospek penyelesaian konflik geopolitik dapat mengubah peta perdagangan komoditas energi dunia secara signifikan. Demikian juga dengan prospek kinerja ekonomi global, khususnya AS, Eropa dan Tiongkok.

Meski demikian, ia memastikan bahwa pemerintah terus memonitor perkembangan pasar minyak mentah global sehingga proyeksi asumsi ICP dapat dikalkulasi secara kredibel. Terlebih, berbagai proyeksi lembaga internasional menunjukkan bahwa harga minyak mentah global tahun 2023 masih cukup tinggi, meskipun sedikit melandai dibandingkan tahun 2022.

"Sesuai komitmen Pemerintah, dengan tetap menjaga kesehatan fiskal, peran APBN akan dioptimalkan sebagai shock absorber jika terjadi guncangan. Oleh karena itu, APBN perlu dirancang agar tetap hati-hati dan fleksibel," tandasnya.

Related Topics