NEWS

Sri Mulyani Susun Insentif Baru untuk Industri Kendaraan Listrik

Insentif baru ini bagian dari upaya menurunkan emisi karbon.

Sri Mulyani Susun Insentif Baru untuk Industri Kendaraan ListrikMenteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri B20 WiBAC di Jakarta, Jumat (17/6)/ FORTUNE INDONESIA/DESY Y.
14 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah tengah merumuskan insentif baru untuk pengembangan industri kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mendukung transisi energi, mendorong aktivitas ekonomi rendah karbon, serta mencapai target net zero emission. 

"Kementerian Keuangan, bersama dengan kementerian lain, kami sedang merumuskan kebijakan untuk mendukung pengembangan industri untuk pembuatan kendaraan listrik ini di Indonesia," ujarnya dalam HSBC Summit 2022 Powering The Transition to Net Zero, Rabu (14/9).

Menurut Bendahara Negara, krisis iklim adalah salah satu ancaman besar yang tengah dihadapi berabgai negara di dunia saat ini. Ia bahkan menyebut potensi ekonomi sebesar Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari PDB dunia bisa hilang pada 2023 akibat krisis perubahan iklim.

tanda-tanda terjadinya krisis perubahan iklim bisa dilihat dari  kenaikan emisi gas sebesar 4,3 persen dari 2010-2018, suhu udara yang naik 0.03 derajat Celcius tiap tahun serta tinggi permukaam laut yang naik 0,8-1,2 cm. 

“Pada 2030, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi akibat krisis perubahan iklim sebesar 0,6 – 3,45 persen dari GDP. Salah satu institut di Swiss membuat laporan bahwa dunia akan kehilangan potensi ekonomi hingga 10 persen jika kesepakatan Paris Agreement untuk mencapai emisi nol pada 2050 tidak tercapai,” jelas Sri Mulyani.

Pemerintah sendiri, lanjut Sri Mulyani, berkomitmen untuk mengurangi emisi lewat kesepakatan Paris Agreement yaitu menurunkan 29 persen emisi C02 dengan upaya sendiri serta 41 persen CO2 dengan bantuan internasional pada 2030. Karena itu, APBN telah memiliki alokasi anggaran khusus untuk tindakan mitigasi dari perubahan iklim.

Tapi untuk mencapai target yang dicanangkan pemerintah tersebut perlu sumber dana yang besar yaitu sekitar Rp3.461 triliun atau Rp 266 triliun per tahun. Sedangkan APBN hanya mengalokasikan Rp89,6 triliun per tahun atau 3,6 persen dari total pengeluaran pemerintah.

'Karena itu untuk bisa mencapai target pembangunan rendah karbon dan nol emisi, perlu bantuan dari banyak pihak,” ungkap Sri Mulyani.

Alasan penundaan pajak karbon

Di sisi lain, proses transisi tidak mudah dan akan memiliki banyak implikasi. Di negara lain, misalnya, proses transisi ke ekonomi hijau saaat ini menghadapi banyak tantangan khususnya di sektor energi. 

“Transisi bisa menimbulkan biaya hidup yang meningkat di tahap awal. Ini semakin menantang ketika ekonomi global tengah menghadapi laju inflasi yang tinggi dan juga masih rentan setelah bangkit dari pandemi serta memunculkan sejumlah pilihan politik yang tidak mudah,” jelas Sri Mulyani.

Untuk itu, kata dia, pemerintah melalui kebijakan fiskal terus mendukung inisiatif transisi energi. Presiden Jokowi sudah mengumumkan di acara CO26 di Glasgow tentang bagaimana Indonesia terus melanjutkan upaya mencapai emisi nol dengan meluncurkan mekanisme transisi energi.

Selain itu, Indonesia juga sudah meluncurkan platform mekanisme transisi energi di pertemuan menteri keuangan G20, Juli lalu.

Salah satu mekanisme transisi energi itu adalah penerapan pajak karbon. Sayangnya, pemberlakuan disinsentif fiskal yang semula direncanakan bisa dimulai April 2022 masih tertunda hingga sekarang.

"Rencana ini perlu terus dikalibrasi mengingat masih rentannya serta masih rapuhnya pemulihan ekonomi terutama akibat pandemi dan saat ini dilanda krisis pangan dan energi," ujarnya

Related Topics