NEWS

Terus Naik, Subsidi LPG Capai Rp61 Triliun Tahun Ini

PLN dorong konversi kompor LPG ke kompor induksi.

Terus Naik, Subsidi LPG Capai Rp61 Triliun Tahun IniWarga antri membeli tabung LPG 3 Kg di Pekanbaru, Riau. Shutterstock/Arief Budi Kusuma
16 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengatakan pihaknya siap mendukung program konversi kompor LPG ke kompor induksi di tahun ini. Langkah konversi ini menurutnya penting untuk menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. 

Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024. 

"Arahan Bapak Presiden di Istana Bogor sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan dalam keterangan resmi.

Selain itu, konversi ke kompor induksi juga diperlukan untuk mengurangi impor LPG Indonesia yang dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun. 

Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan (current account defisit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan.

Meski demikian, Darmawan mengakui bahwa pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga LPG di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN. 

Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp 6.500 untuk subsidi per kg LPG. 

"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp 6.500," ujar Darmawan.

Menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp10.250. Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

Listrik PLN cukup

PLN juga memastikan pasokan listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW). 

"Dengan program ini, akan ada peningkatan kebutuhan listrik. Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 GW. Ini akan meningkatkan kondisi perusahaan dan keuangan negara tentunya," ujar Darmawan.

PLN menilai, konversi ke kompor induksi ini juga akan menjadi pintu masuk kemandirian energi, dari yang sebelumnya impor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber energi domestik. 

"Ini agenda bersama. Kita gotong royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia. Apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan," jelas Darmawan.

"Subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan dapat dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya," pungkas Dirut PLN ini.

Related Topics