NEWS

Target Perpajakan 2023 Cuma Tumbuh 4,8 Persen, Ini Penjelasan Menkeu

Pemerintah mengharapkan normalisasi pajak tahun depan.

Target Perpajakan 2023 Cuma Tumbuh 4,8 Persen, Ini Penjelasan MenkeuMenteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/9). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

by Hendra Friana

05 September 2022

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan perpajakan di tahun depan bakal mengalami normalisasi akibat menurunnya harga komoditas dan gejolak perekonomian global. Karena itu, pertumbuhan pajak serta kepabeanan dan cukai dalam Rancangan APBN 2023 dipatok hanya 4,8 persen.

Meski demikian, untuk pertama kalinya di tahun depan, target perpajakan dipatok di atas Rp2.000 triliun, yakni Rp2.016,9 triliun. Angka itu terdiri dari penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp301,8 triliun, dan penerimaan pajak Rp1.715,1 triliun.

"Pertumbuhan tahun depan dipasang 4,8 persen dari kepabeanan kemudian pajak dengan pertumbuhan yang relatif konservatif karena kita lihat pertumbuhan 2021 dan 2022 itu akan ternormalisasi dengan ancaman terjadinya resesi global dengan inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga," ujarnya di Komisi XI, Senin (4/7).

Menurut Sri Mulyani penerimaan perpajakan Indonesia memang sangat ditentukan oleh kondisi perekonomian. Sebab, sebagai negara yang perekonomiannya ditopang sumber daya alam, harga komoditas memberikan kontribusi cukup besar.

"Kita melihat bagaimana dampak dari penerimaan perpajakan kita baik pajak dan bea cukai dari tahun ke tahun yang menunjukkan adanya suatu dinamika akibat pertama komoditi boom, pemulihan ekonomi atau kondisi globalisasi," ujarnya.

Sebagai informasi rata-rata pertumbuhan perpajakan tahun 2017 hingga 2019 mencapai 6,5 persen. Pada tahun 2018 penerimaan perpajakan tumbuh 13 persen akibat komoditi boom, tingginya perdagangan internasional, dan optimalisasi kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan.

Kemudian pada tahun 2020, penerimaan perpajakan terkontraksi -16,9 persen akibat pandemi covid-19 namun kegiatan pengujian kepatuhan masih mampu menghimpun Rp83,1 triliun.

Selanjutnya, pada tahun 2021 penerimaan perpajakan tumbuh 20,4 persen dan Outlook 2022 atau tahun ini diperkirakan tumbuh 24,4 persen. 

Pertumbuhan yang signifikan ini seiring pemulihan ekonomi, peningkatan harga komoditas, peningkatan kegiatan pengawasan pembayaran masa dan pengujian kepatuhan ,serta dampak dari implementasi undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP).

Tax ratio rendah

Meski demikian rasio perpajakan (tax ratio) di tahun depan diperkirakan akan menyusut dan mencapai titik terendah dalam 5 tahun terakhir, yakni 9,61 persen. Sebagai catatan rasio perpajakan pada 2017 mencapai 9,89 persen.

Kemudian pada 2018 hingga 2021 berturut-turut 10,24 persen, 9,77 persen, 8,32 persen dan 9,12 persen. Adapun di tahun ini rasio rasio perpajakan diperkirakan berada di 9,9 persen.

"Kalau kita lihat tren penerimaan pajak 2019 sampai 2023 maka kita lihat tax rasio kita yang mengalami penurunan berdasarkan kondisi ekonomi yang ada dan juga sangat ditentukan oleh salah satunya beberapa program yang menyebabkan base line-nya menjadi tidak comparable seperti PPS/tax amnesty," tandasnya.