NEWS

Temuan BPK Soal Selisih Laporan Dana PC-PEN Rp147 Triliun

Beberapa skema pendanaan belum masuk dalam biaya PC-PEN.

Temuan BPK Soal Selisih Laporan Dana PC-PEN Rp147 TriliunShutterstock/Cahyadi Sugi

by Hendra Friana

09 September 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

JakartaFORTUNE - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan selisih anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sekitar Rp147 triliun yang tidak dilaporkan Kementerian Keuangan. 

Sekretaris Jenderal BPK, Bahtiar Arif, menyatakan selisih tersebut merupakan salah satu temuan signifikan dalam pemeriksaaan anggaran PC-PEN 2020 terhadap 241 objek pemeriksaan yang meliputi 27 objek pemerintah pusat, 204 Pemda, dan 10 objek BUMN dan badan lainnya.

Menurut Bahtiar, selisih tersebut disebabkan masih adanya beberapa skema pendanaan yang belum dimasukkan dalam biaya PC-PEN yang dipublikasikan pemerintah pusat.

"Pemerintah mempublikasikan biaya program PC-PEN sebesar Rp695,2 triliun sebagai data total PC-PEN, dan hasil pemeriksaan menunjukkan alokasi biaya PC-PEN dalam alokasi 2020 sebesar Rp841,89 triliun," ujar Bahtiar di hadapan Komisi XI DPR RI, Senin (6/9).

Selain itu, temuan signifikan lainnya dalam pemeriksaan BPK adalah belum dilakukannya identifikasi dan kodifikasi biaya secara menyeluruh terkait program PC-PEN dalam APBN 2020 oleh Kementerian Keuangan.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester II-2020, dijelaskan bahwa ada empat skema pendanaan yang belum dimasukkan dalam biaya yang dipublikasikan pemerintah. Pertama, biaya-biaya terkait dengan Program PC-PEN sebesar Rp27,32 triliun. 

Kedua, anggaran belanja untuk kebutuhan internal K/L yang telah menggunakan akun dengan tagging Covid-19 per 30 November 2020 sebesar Rp10,80 triliun, termasuk biaya pembangunan Rumah Sakit Pulau Galang di Pulau Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Kementerian PUPR sebesar Rp396 miliar.

Ketiga, program telah ada dalam APBN Tahun 2020 berupa belanja subsidi sebesar Rp107,63 triliun yang memiliki substansi sama dengan kegiatan-kegiatan pada belanja subsidi yang dikategorikan dalam skema PEN. 

Keempat, biaya bunga utang tahun 2020 yang timbul sehubungan dengan penerbitan SBN untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan program PC-PEN melalui skema burden sharing dengan BI sekitar Rp900 miliar.

DTKS dan Realokasi APBD

BPK juga melaporkan temuan terkait masalah data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) pada Kementerian Sosial (Kemensos) untuk 2020. Satu di antaranya adalah DTKS penetapan Januari 2020 pada Kemensos tidak valid.

Selain itu, ada juga permasalahan regulasi kebijakan terkait refocusing dan alokasi APBD dalam kementerian dalam negeri seperti regulasi yang belum sepenuhnya selaras. 

Beberapa di antaranya terkait dengan kewajiban pelaporan yang harus disusun dan disampaikan Pemda, bentuk format laporan, sanksi jika tidak menyampaikan laporan, pihak yang melaksanakan monitoring dan evaluasi serta pihak yang memberikan pertimbangan dalam penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan/atau dana bagi hasil (DBH).

Definisi dan tata cara evaluasi atas Laporan Penyesuaian APBD oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah Kemendagri juga belum diatur secara jelas, sehingga terjadi perbedaan mekanisme evaluasi yang dilaksanakan oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.

"Pedoman atau petunjuk teknis bagi pemda dalam penyusunan laporan APBD belum ditetapkan, demikian juga permasalahan kegiatan terkait tracing, testing, treatment, dan edukasi serta sosialisasi pada Kementerian Kesehatan," jelas Bahtiar.