NEWS

Mengapa Pemerintah Rusia Setop Pasokan Gas ke Polandia & Bulgaria?

Polandia & Bulgaria agaknya takkan penuhi permintaan Rusia.

Mengapa Pemerintah Rusia Setop Pasokan Gas ke Polandia & Bulgaria?Visualisasi pembangunan pipa gas antara Eropa, Jerman, dan Rusia. Shutterstock/Frame Stock Footage
27 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Presiden Rusia, Vladimir Putin, tak main-main dengan ancamannya untuk menyetop pasokan gas alam ke negara Uni Eropa. Pemerintah Rusia mulai Rabu (27/4) mencabut suplai energi tersebut di Polandia dan Bulgaria.

PJSC Gazprom, perusahaan energi multinasional milik Rusia, mengingatkan Polandia dan Bulgaria, dua negara anggota Uni Eropa dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO, menurut Asociated Press (AP).

Sebelumya, Presiden Putin mendesak “negara-negara yang tidak ramah” harus melakukan transaksi dengan Gazprom dalam rubel, mata uang Rusia, dan bukan dolar Amerika Serikat (AS) maupun euro. Ini setelah Rusia dikenai sanksi ekonomi atas serangannya ke Ukraina.

Kala itu, Hanya Hongaria yang setuju untuk melakukannya. Negara-negara lain menolak karena permintaan itu dianggap penyelewengan kontrak secara sepihak yang tidak dapat diterima. Pada saat sama, itu merupakan bentuk pelanggaran atas sanksi dari Uni Eropa.

Jika pengiriman gas alam dihentikan, Eropa dapat mengalami kesulitan ekonomi. Meski begitu, ekonomi Rusia pada saat sama juga akan terpukul.

Pemerintaha Polandia dan Bulgaria mengatakan Rusia menghentikan pengiriman gas alam ke negaranya karena mereka menolak membayar dalam rubel Rusia.

Keuntungan rubel

Ilustrasi Konflik rusia-ukraina. Shutterstock/Tomasz Makowski

Uni Eropa mendapatkan sekitar 40 persen pasokan gas dari Rusia. Kawasan ekonomi tersebut membayar US$300 juta hingga US$1,2 miliar setiap harinya sepanjang tahun ini.

Kini hampir semua kontrak pembelian gas Rusia memakai mata uang euro atau dolar AS, menurut konsultan Rystad Energy.

Pembayaran dalam rubel akan menguntungkan ekonomi Rusia dan menopang mata uangnya. Secara khusus, permintaan Putin akan turut meningkatkan mata uang Rusia demi menopang sanksi dari negara-negara Barat.

Namun, sejumlah pembeli energi tersebut mengatakan akan terus membayar dalam euro karena kontraknya tidak memungkinkan perubahan mata uang.

Sejumlah ahli hukum mengatakan tidak mungkin Rusia dapat secara sepihak mengubah ketentuan kontrak.

"Kontrak dibuat antara dua pihak, dan biasanya dalam dolar AS atau euro," kata Tim Harcourt, Kepala Ekonom di Institut Kebijakan Publik dan Tata Kelola di University of Technology, Sydney, seperti dikutip dari ABC.

Rencana Polandia dan Bulgaria

Konflik Rusia-Ukraina.
Konflik Rusia-Ukraina. (Shutterstock/Tomas Ragina)

Related Topics