NEWS

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Profil Dirut Waskita Karya

Ini sejumlah harta kekayaan Destiawan Soewardjono.

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Profil Dirut Waskita KaryaKantor Pusat Waskita Karya (Sumber: setiapgedung.web.id)
04 May 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kejaksaan Agung (Kejagung) tekah menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Ia diduga telah melakukan penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada 2016-2020. 

Dalam kasus ini, Destiawan berperan sebagai orang yang memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supply chain financing (SCF). Ia menggunakan dokumen pendukung palsu untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan. Namun, proyek-proyek pekerjaan yang dikerjakaan perusahaan tersebut bersifat fiktif. 

Destiawan Soewardjono bukanlah orang baru di jajaran perusahaan pelat merah. Dikutip dari situs resmi Waskita, nama Destiawan Soewardjono juga bisa dilacak pada berbagai jabatan strategis. Mulai dari Direktur Operasi III PT Wijaya Karya pada 2013-2020, Komisaris Utama PT Wijaya Karya Bangun Gedung pada 2014-2020, dan General Manager Departemen Luar Negeri PT Wijaya Karya tahun 2012-2013. 

Ia dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur pada 10 April 1961. Itu artinya, Destiawan baru saja memperingati hari kelahirannya yang ke-62 saat ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. 

Destiawan menamatkan S1 di jurusan Teknik Sipil, Universitas Brawijaya pada tahun 1987 silam. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Gadjah Mada, dan berhasil memperoleh gelar Magister Manajemen pada tahun 2008.

Tak banyak informasi yang didapat dari kehidupan pribadi dan keluarga dari Destiawan Soewardjono. Destiawan mengawali karirnya sebagai Manajer Proyek PLTGU Borang pada tahun 2004. Karirnya berlanjut sampai akhirnya menjabat sebagai Manajer Proyek Jembatan Surabaya-Madura pada tahun 2004-2007.

Ia sendiri menjabat posisi Direktur Utama PT Waskita Karya selama dua periode terakhir. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengangkatnya saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Juni 2020 lalu, menggusur posisi I Gusti Ngurah Putra.

Setelah periode pertama habis, Destiawan kembali diangkat pada RUPS bulan Februari 2023 lalu karena dinilai berprestasi pada bidang kerjanya. Salah satunya, ia dianggap berkontribusi dalam menyukseskan KTT G20 di Bali pada bulan November 2022 lalu.

Harta Kekayaan Destiawan Soewardjono

Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono.
Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono. (dok. Waskita Karya)

Berdasarkan laman Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Destiwan terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 25 Februari 2022 untuk periode 2021. Total harta yang dilaporkannya mencapai Rp26,9 miliar.

Total harta itu tersusun dari beberapa unsur utama. Pertama adalah tanah dan bangunan senilai total Rp13,6 miliar. Tanah dan bangunan tersebut tersebar di Surabaya, Bekasi, dan Jakarta Timur. Adapun luas tanah dan bangunan tersebut mulai dari 54 m2/54 m2 hingga 232 m2/229 m2. 

Kemudian alat transportasi dan mesin dengan nilai total Rp1,1 miliar, surat berharga senilai Rp10.7 miliar, dan harta bergerak lainnya sebesar Rp600.000, dan kas dan setara kas tercatat sebesar Rp2,7 miliar. Namun, ia juga tercatat memiliki hutang sebesar Rp1,3 miliar. 

Kejagung langsung menahan Destiawan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung. Masa penahanan selama 20 hari sejak 29 April-17 Mei 2023 mendatang. Penahanan tersebut dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan. 

Destiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Untuk diketahui, kerugian keuangan negara yang dihitung oleh BPKP dalam kasus ini sebesar Rp2,54 triliun. Selain itu, dalam kasus ini Penyidik juga melakukan penyitaan terhadap aset tanah, bangunan, dan uang,

Related Topics