Jakarta, FORTUNE - Pajak yang diinduksi adalah pajak yang diterapkan sebagai fraksi, tarif, atau persentase dari pendapatan, pengeluaran, atau keuntungan sedemikian rupa sehingga kenaikan pendapatan, pengeluaran, atau keuntungan menyebabkan peningkatan jumlah pajak dalam beberapa proporsi. Dalam ekonomi, pajak yang diinduksi berfungsi sebagai stabilisator otomatis, serta memoderasi dan menningkatkan permintaan agregat, baik selama ekspansi, maupun saat terjadi kontraksi dan resesi.
Pajak yang diinduksi atau induced tax merupakan tipe pajak yang kenaikan dan penurunan tarifnya tergantung pada kemampuan wajib pajak. Sehingga, ketika pendapatan atau kekayaan warga negara naik, maka harus menanggung tarif yang tinggi.
Sebaliknya, penurunan pendapatan membuat warga negara menanggung tagihan pajak yang lebih rendah. Pajak biasanya dinyatakan sebagai persentase atas penghasilan kena pajak.
Contoh pajak yang diinduksi
Pajak penghasilan pribadi dan keuntungan perusahaan adalah contoh pajak yang diinduksi. Ketika pendapatan atau keuntungan naik, kita harus membayar pajak yang lebih tinggi. Begitu pula ketika pendapatan turun, maka tagihan pajak menjadi lebih rendah.
Contoh pajak yang diinduksi, misalnya pajak penghasilan sebesar 10 persen. Para penerima pendapatan masih menyimpan 90 persen lainnya yang mereka peroleh, untuk dibelanjakan atau diinvestasikan. Pada gilirannya, penghasilan tersebut dapat meningkatkan permintaan agregat sebesar 90 persen dari tambahan pendapatan.
Contoh lainnya, ketika seseorang memiliki pendapatan sebesar US$9,951 sampai US$40,525 per tahun. Pada bracket tersebut, seseorang harus menanggung tarif pajak 12 persen. Tapi, ketika pendapatannya naik di atas US$40,525, maka bisa menanggung tarif 22 persen.
Peran pajak yang diinduksi
Pajak yang diinduksi akan bekerja sebagai stabilisator otomatis. Artinya, pajak yang diinduksi menjadi alat fiskal kontra siklus dan bekerja secara otomatis tanpa melibatkan tindakan disengaja oleh pemerintah.
Tunjangan pengangguran dan pembayaran kesejahteraan adalah contohnya. Pajak yang diinduksi adalah contoh lainnya. Keduanya mempengaruhi perekonomian melalui efeknya terhadap permintaan agregat.
Ketika perekonomian menghadapi resesi, pendapatan kena pajak turun. Sebagai ilustrasi, pendapatan kena pajak akan turun dari US$11.000 menjadi US$9.000. Mereka akan menanggung tarif tetap 10 persen dari sebelumnya 12 persen untuk setiap tambahan penghasilan kena pajak.
Sebagai hasilnya, total pajak penghasilan yang mereka bayarkan juga akan turun. Jika sebelumnya, dengan pendapatan kena pajak US$11.000, mereka harus membayar pajak sebesar US$1,121 ( 9,950 x 10 persen + 1,050 x12 persen), maka sekarang hanya membayar US$900 (US$9.000 x 10 persen). Sebagai hasilnya, tagihan pajak lebih rendah.
Tagihan pajak yang lebih rendah memoderasi jatuhnya permintaan agregat akibat penurunan pendapatan. Rumah tangga harus mengeluarkan lebih sedikit dolar untuk membayar pajak, membuat mereka memiliki cukup uang untuk mempertahankan konsumsi mereka.