Jakarta, FORTUNE - Bagaimanakah Neraca Perdagangan Indonesia pada Juli 2021? Apakah mencatatkan surplus atau defisit?
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Juli 2021 Indonesia kembali mencatat surplus Neraca Perdagangan sebesar US$2,59 miliar. Secara kumulatif, Neraca Perdagangan Indonesia Januari-Juli 2021 beroleh surplus US$14,42 miliar.
Menurut Kepala BPS, Margo Yuwono, surplus ini terjadi untuk kali ke-15 secara berturut-turut. “Ini mengindikasikan bahwa ekonomi kita semakin membaik,” katanya dikutip dari IDN Times, Jumat (20/8).
Sebelumnya, Indonesia mencetak surplus tertinggi pada Oktober 2020 dengan nilai US$3,58 miliar. Pada 2021, rekor surplus terbesar terjadi pada Mei, yakni US$2,70 miliar.
1. Surplus lebih tinggi dari ekspektasi analis
Menurut Analis JPMorgan, Sin Beng Ong, surplus Neraca Perdagangan Indonesia Juli 2021 yang mencapai US$2,59 miliar lebih besar dari ekspektasi (US$2,3 miliar).
Dia menambahkan, akan ada perlambatan impor pada awal kuartal III 2021 akibat penurunan mobilitas karena naiknya kasus Covid-19. Akan tetapi, tidak akan ada perlambatan pada barang konsumsi atau barang setengah jadi.
“Impor tidak akan selancar yang diharapkan karena harga komoditas tetap kuat. Itu akan terus mendukung ekspor komoditas,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Menurutnya, surplus neraca dagang akan berlanjut di level serupa. Ia juga menyiratkan adanya defisit transaksi berjalan 0,8 persen dari PDB pada 2021.
2. Surplus turun ketimbang Juli 2020
Jika dibandingkan dengan Juli 2020 yang surplusnya US$3,23 miliar, pencapaian surplus Neraca Perdagangan Juli 2021 tentu lebih rendah.
Akan tetapi, pencapaian itu lebih tinggi ketimbang surplus Neraca Perdagangan Juni 2021 yang bernilai US$1,32 miliar.
3. Ekspor lebih tinggi dari impor
Dalam konferensi pers virtual pada Rabu (18/8), Margo Yuwono berkata, “surplus Neraca Perdagangan Juli 2021 terjadi karena nilai ekspor lebih tinggi daripada impor”.
Berapa nilai ekspor Indonesia pada Juli 2021? US$17,70 miliar. Meski menurun 4,53 persen ketimbang ekspor Juni 2021 (US$18,54 miliar), terdapat kenaikan tahunan 29,32 persen untuk sektor migas dan nonmigas.
Selain itu, nilai ekspor Juli 2021 pun lebih tinggi daripada nilai impor sebesar US$15,11 miliar. Itu turun 22,28 persen dari Juni 2021 yang mencapai US$17,22 miliar.
4. Kinerja ekspor migas dan non-migas
Dibandingkan dengan data Juni 2021, nilai ekspor migas Juli 2021 menurun 19,55 persen dari US$1,23 miliar menjadi US$0,99 miliar.
Untuk ekspor nonmigas, terdapat penurunan 3,46 persen ketimbang Juni 2021 dari US$17,31 miliar ke US$16,71 miliar.
Akan tetapi, ada kenaikan ekspor migas tahunan 50,08 persen. Pada Juli 2020, ekspor migas hanya senilai US$0,66 miliar. Nilai ekspor non-migas tahunan pun meningkat 28,36 persen, dari yang awalnya US$13,03 miliar menjadi US$16,71 miliar.
Menurut Margo, bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja merupakan kontributor terbesar komoditas non-migas.
5. Kinerja impor migas dan non-migas
Dibanding Juni 2021, nilai impor migas Juli 2021 menurun dari US$2,3 miliar ke US$1,78 miliar. Sementara impor nonmigas berkurang 10,67 persen dari US$14,92 miliar menjadi US$13,33 miliar.
Namun, nilai impor tahunan justru meningkat 44,44 persen ketimbang Juli 2020. Secara terperinci, impor migas naik 86,39 persen dari US$0,96 miliar menjadi US$1,78 miliar. Untuk nonmigas, ada kenaikan 40,21 persen dari US$9,5 miliar menjadi US$13,33 miliar.
6. Surplus dan defisit non-migas
Indonesia mencetak surplus neraca perdagangan nonmigas tertinggi ke Amerika Serikat, mencapai US$1.274,2 juta. Di posisi selanjutnya ada Filipina (US$533 juta) dan Malaysia (US$397,5 juta).
Namun, Indonesia mencatatkan defisit neraca perdagangan nonmigas ke Tiongkok (US$844,5 juta), Australia (US$448,1 juta), dan Thailand (US$271,1 juta).