NEWS

Arti Gong Xi Fa Cai, Sudah Ada yang Tahu?

Gong xi fa cai sudah diserap ke bahasa Indonesia.

Arti Gong Xi Fa Cai, Sudah Ada yang Tahu?Ilustrasi Kue Keranjang. Shutterstock/ThamKC
17 January 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Apa arti dari gong xi fa cai? Menjelang perayaan Imlek pada pekan depan, Anda akan semakin sering mendengar ucapan tersebut. Sebenarnya, mengapa pepatah itu dipilih sebagai ucapan khusus menyambut tahun baru itu?

Melansir Monash Edu, gong xi fa cai berarti ‘semoga Anda memperbesar kekayaan Anda’. Sementara itu, situs web NSCU Edu mengartikannya sebagai ‘semoga Anda sejahtera di tahun yang akan datang’. Sementara dalam KBBI V versi daring, ucapan selamat itu sudah diserap menjadi gong xi fat chai, yang artinya ‘semoga selalu diberikan  kemakmuran’.

Dari artinya, ucapan itu berkaitan erat dengan kekayaan dan uang. Tak heran, sebab etnis Tionghoa memang menghargai uang. “Saya merasa seperti sedang mengajar agama ketika mengajar soal keuangan ke siswa Cina. Mereka serius dan bersemangat mempraktikkan ajaran saya,” jelas Profesior Keuangan Institut Keuangan Emeritus dari Amerika, dilansir dari Monash Edu.

Pada akhirnya, budaya itu-lah yang mendasari ucapan selamat tahun baru di kalangan etnis yang merayakan Hari Imlek tersebut. Pertanyaannya, mengapa etnis Tiionghoa begitu menghargai uang?

Sejarah di balik ucapan Gong Xi Fa Cai: mengapa etnis Tionghoa begitu menghargai uang?

Agar bisa memahami hal itu, pahami dulu konteks bertahan hidup di Negeri Tirai Bambbu. Secara historis, Cina adalah negara yang mampu melalui bencana besar, bahkan kembali makmur setelahnya.

Contoh, salah satu dari dua sungai terbesar Cina, Sungai Kuning, dipestimasikan sudah menguapp 1.500 kali sejak abad kedua sebelum masehi. Itu tentu merugikan dari sisi sosial dan ekonomi.

Bencana banjir terbesar terjadi pada 1931, meluluhlantakkan tanah seluas 88.000 kilometer persegi, sehingga 80 juta penduduknya kehilangan rumah. Jangan tanya berapa korbannya, mencapai sekitar 850.000 hingga 4 juta. Bukan hanya karena diterjang banjir, melainkan juga karena penyakit dan masalah kelaparan yang menyertainya.

Pada 1938, banjir terjadi lagi. Saat itu, korbannya diperkirakan mencapai 500.000 sampai dengan 900.000.

Cina pun memasukkan peristiwa itu dalam pembelajaran sejarah, demi memastikan masyarakat belajar dari pengalaman. Ditambah lagi, Pemerintah Cina tak menyediakan ‘safety net’ seperti yang berlaku di negara-negara Barat.

Secara kolektif, ajaran itu akhirnya mengubah perilaku etnis Tionghoa agar berfokus pada tujuan jangka panjang. Penduduk diajarkan untuk menabung, menyimpan aset, dan berhemat demi kebutuhan di masa depan. Yang pada akhirnya, melahirkan kecintaan dan rasa menghargai individu terhadap uang. Prinsip ini berlaku di keadaan apa pun, terlepas mereka kaya atau tidak.

Related Topics