TECH

Perkara Kecerdasan Buatan, Tiongkok Ungguli AS

Akibatnya, Tiongkok lebih mendominasi dunia daripada AS.

Perkara Kecerdasan Buatan, Tiongkok Ungguli ASIlustrasi pertahanan siber militer. (ShutterStock/Gorodenkof)
13 October 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Mantan kepala bagian perangkat lunak Pentagon, Nicolas Chaillan, menyatakan Tiongkok mendominasi dunia karena kemajuannya dalam teknologi kecerdasan buatan (AI), mesin pembelajaran, dan kapabilitas siber. Kondisi ini dapat diartikan sebagai kemenangan Tiongkok atas Amerika Serikat (AS) dalam pertempuran AI.

Sejumlah intelijen Barat, menukil Reuters (12/10), menilai bahwa Tiongkok juga akan unggul dalam bidang biologi dan genetika sintetik. Dengan berbekal semua keunggulan ini, kata Chaillan, masa depan dunia akan dikendalikan oleh Tiongkok, mulai dari narasi media hingga geopolitik.

Menurut Chaillan, situasi ini sebenarnya akan membuat AS tertinggal dari Tiongkok. Bahkan, kecanggihan siber Tiongkok dinilai dapat mengancam AS dan masa depan rakyatnya. “Kita tidak memiliki peluang bersaing melawan Tiongkok dalam 15 hingga 20 tahun. Saat ini, itu sudah menjadi kesepakatan; menurut saya itu sudah berakhir,” ujarnya kepada FT seperti dikutip Reuters (11/10).

Buah protes Nicolas Chaillan

Sebelumnya, Nicolas Chaillan adalah kepala bagian perangkat lunak Pentagon. Ia mengundurkan diri pada awal September sebagai wujud protes terhadap lambatnya transformasi teknologi militer AS. Hal ini, kata dia, akan membahayakan AS.

Chaillan mengakui bahwa AS masih melebihi Tiongkok tiga kali lipat untuk pertahanan, tetapi biaya pengadaan AS sangat tinggi dan dihabiskan di area yang salah. Sementara, birokrasi dan regulasi berlebihan menghalangi perubahan yang sangat dibutuhkan Pentagon. “Pertahanan siber AS di beberapa departemen pemerintah berada di tingkat ‘taman kanak-kanak’," ucapnya dalam pemberitaan Reuters.

Dia juga menyalahkan keengganan perusahaan teknologi Google untuk bekerja dengan Departemen Pertahanan AS terkait AI, ditambah perdebatan ekstensif tentang etika AI yang memperlambat AS. Sebaliknya, ujar Chaillan, perusahaan Tiongkok berkewajiban untuk bekerja dengan Beijing, dan melakukan ‘investasi besar-besaran’ ke AI tanpa memerhatikan etika.

Pengunduran diri yang dinilai tepat

Pada awal pengunduran dirinya, Chaillan menyampaikan bahwa para pejabat militer berulang kali ditugaskan menjadi spesialis siber, padahal kurang berpengalaman. Ia juga mencela Pentagon karena terlalu lambat dan tidak memiliki dana.

Robert Spalding, seorang pensiunan brigadir jenderal Angkatan Udara yang menjabat sebagai atase pertahanan di Beijing, mengatakan bahwa Chaillan sudah “benar” mengeluh. Dia juga telah mengundurkan diri lebih awal untuk menciptakan solusi teknologi pertahanan terenkripsinya sendiri setelah frustrasi oleh sistem ‘kuno’ yang menerbangkan pembom siluman B-2.

Pada sisi berbeda, Frank Kendall, sekretaris Angkatan Udara AS, dikatakan telah membahas dengan Chaillan tentang rekomendasinya untuk pengembangan perangkat lunak Departemen Angkatan udara di masa depan setelah pengunduran dirinya. Kendall pun berterima kasih atas kontribusi Chaillan.

Related Topics