TECH

Asosiasi Pedagang Kripto Tanggapi Positif Rencana PPn dan PPh Kripto

Industri kripto bisa menyumbang penerimaan pajak negara.

Asosiasi Pedagang Kripto Tanggapi Positif Rencana PPn dan PPh KriptoIlustrasi aset kripto. Shutterstock/Chinnapong
04 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) menanggapi ihwal rencana pemerintah mengenakan pajak atas transaksi aset kripto dalam negeri. Menurut Ketua Aspakrindo, Teguh Kurniawan Harmanda, organisasinya menyambut baik niat tersebut.

“Pemberlakuan pajak terhadap aset kripto sangat memungkinkan dan memberi dampak positif pada industri yang sudah berjalan baik saat ini. Terutama, agar industri ini dipandang memiliki legitimasi yang kuat, seperti layaknya industri lainnya yang berkembang di Indonesia,” kata Harmanda kepada Fortune Indonesia, Senin (4/4).

Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama, sempat menyampaikan pemerintah telah menetapkan pemberlakuan pajak bagi transaksi kripto, yaitu pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai final sebesar 0,1 persen. Rencananya, aturan ini akan berlaku mulai Mei tahun ini.  

Yoga menyebut aset kripto memang dikenai pajak karena bukan merupakan alat tukar maupun pembayaran. “Bappebti dan Kementerian Perdagangan menganggap (aset kripto) itu komoditas. Nah, sehingga memang kami mengenakan selain PPh juga PPN. Tapi kecil, 0,1 persen dari transaksinya,” kata Yoga dalam Media Briefing, Jumat (1/4).

Menurut Harmanda, dengan pajak tersebut, tersirat bahwa industri aset kripto dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara.

Perlu banyak pertimbangan

Ilustrasi bursa kripto. Shutterstock/Daliu

Rencana pengenaan pajak tersebut diharapkan akan positif, kata Harmanda. Pajak akan menguntungkan baik dari pemerintah maupun investor.

“Investor tentu akan antusias, jika dalam pengaturan pajak ini menguntungkan semua pihak. Namun, di sisi lain, jika penerapan pajak yang terlalu tinggi dan membebani investor dapat menyebabkan potensi terhambatnya perkembangan industri aset kripto sendiri,” ujarnya.

Manda berpendapat pemberlakuan pajak saat ini sebaiknya masih memerlukan pembahasan secara lebih fokus, hati-hati, dan mendalam. Pemerintah, katanya, perlu mencari nominal pajak yang lebih pas serta pada saat sama memikirkan langkah kebijakan untuk menjaga investor kripto.

Aspakrindo menyoroti perkara tersebut karena sejumlah negara di Asia Tenggara dan Eropa tidak memungut PPN atas transaksi kripto. Meskipun, dia mengakui bahwa tarif PPN final yang dikenakan di Indonesia hanya 0,1 persen. Di samping itu, perdagangan aset kripto di Indonesia masih tergolong baru.

Harmanda menyebut Aspakrindo pernah mengajukan skema PPh final 0,05 persen. Jika transaksi aset kripto tahun lalu ditaksir mencapai Rp859,4 triliun, kontribusi industri terhadap penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp429,7 miliar.

“Pada dasarnya bukan melihat dari sisi berapa besar nilai yang harus dikenakan pajak, tapi bagaimana agar regulasi ini bisa berkembang sehingga nilainya akan mengikuti perkembangan itu sendiri,” ujarnya. “ Pajak yang terlalu tinggi akan membuat investor merasa rugi dan tidak adil. Sebab di saat untung mereka dipungut pajak, tetapi ketika rugi tidak dapat pengurangan pajak.”

Related Topics