Google Kena Denda Rp2,5 T di Negeri Gingseng
Korsel menuduh Google menyalahgunakan dominasi Android.
Jakarta, FORTUNE - Korea Selatan (Korsel) mendenda Google milik Alphabet Inc senilai 207,4 miliar won (sekitar Rp2,5 triliun) atas tuduhan penyelewengan dominasi pada industri sistem operasi Android dan aplikasi.
Menurut Korea Fair Trade Commission (KFTC), Google memanfaatkan kekuatan tawar-menawar yang besar untuk menekan persaingan. Sebab, saat ini Android milik raksasa internet itu mendukung lebih dari 80 persen ponsel pintar secara global.
“Kontrak antifragmentasi Google (AFA) dengan perusahaan seperti Samsung Electronics Co dan LG Electronics Inc tak memungkinkan para produsen mengembangkan atau menggunakan versi modifikasi sistem Android,” jelas KFTC, dikutip Bloomberg, Rabu (15/9).
Bahkan, regulator itu melarang Google memaksa para produsen lain untuk menandatangani kontrak AFA, serta memerintahkan modifikasi ketentuan yang sudah ada. Sebagai informasi, para produsen wajib menandatangai AFA agar bisa memperoleh akses awal ke Google Play Store dan Android.
1. Dominasi Google di Korsel
Menurut regulator Korsel, dominasi Google di pasar seluler Korsel telah menghalangi persaingan. Karena Google, Amazon.com Inc, dan Alibaba Group Holding Ltd gagal meluncurkan bisnis sistem operasi seluler di sana. Sedangkan Samsung dan LG tak dapat merilis perangkat seperti jam tangan pintar dan pengeras suara dengan sistem baru sesuai jadwal.
KFTC pun tengah menyelidiki tiga kasus lain terkait Google, yakni pembatasan persaingan di toko aplikasi Play Store, pembelian dalam aplikasi, dan pasar iklannya.
2. Korea Tindak Tegas Raksasa Teknologi
Bukan hanya Google, Korsel pun mengesahkan peraturan yang memaksa Apple untuk membuka toko aplikasi mereka ke sistem pembayaran eksternal pada Agustus 2021. Komisi Komunikasi Korea mengatakan, “RUU itu mulai berlaku 14 September.”
Kebijakan itu kabarnya berisiko terhadap keuntungan Google di berbagai negara, dari India hingga Amerika Serikat.
Denda yang Google terima pada Selasa (14/9) merupakan salah satu yang tertinggi di Negeri Gingseng, mendekati nominal sanksi kepada Qualcomm Inc.
3. Perusahaan Lokal Korsel pun Jadi Sasaran
Tak hanya perusahaan teknologi asing yang terkena tindakan tegas, grup perusahaan lokal, Kakao Corp, juga mengalami hal serupa.
Raksasa media sosial itu harus rela kehilangan nilai pasar lebih dari U$16 miliar setelah anggota parlemen ternama menyebut platformnya sebagai simbol keserakahan. Sedikit informasi, Kakao menghadirkan layanan pertukaran pesan yang juga berfungsi sebagai pembayaran digital.
Aturan tegas terhadap raksasa internet di Korsel berorientasi pada perlindungan konsumen melalui pengekangan kekuatan kontrol pasar deretan perusahaan tersebut. Khususnya di bidang yang tengah berkembang, seperti layanan teknologi finansial.
4. Sanksi akan Memicu Persaingan
Berdasar data Counterpoint Research pada kuartal II-2021, Android menguasai 81 persen industri ponsel cerdas Korsel, sedangkan sisanya bagian iOS milik Apple.
Sanksi Korsel kepada Google bertujuan memacu persaingan, dengan membebaskan para produsen untuk mengembangkan Android versi modifikasi tanpa takut dihukum oleh Google. Sistem operasi itu memiliki fondasi dasar yang sama, tetapi divariasikan sesuai tujuan produsen, seperti menargetkan kelas perangkat berbeda ataupun penggunaannya.
“Ini menunjukkan, KFTC mengambil tindakan setelah bertahun-tahun diam. Ini merupakan kemenangan besar untuk menumbuhkan persaingan,” kata Direktur Penelitian Counterpoint Research, Tom Kang.
Ketua KFTC, Joh Sungwook menambahkan, aturan itu tidak hanya menargetkan perangkat seluler, tetapi juga perangkat pintar lain seperti jam tangan pintar dan TV pintar. “Karena itu kami berharap akan muncul inovasi baru akibat beberapa tekanan kompetitif di bidang tersebut,” ujarnya.