TECH

Perang Teknologi Amerika Serikat dan Tiongkok

Ahli menyebutnya sebagai perang abu-abu.

Perang Teknologi Amerika Serikat dan TiongkokIlustrasi kebijakan perlindungan privasi data. Shutterstock/Rawpixel.com
02 December 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok kini merembet ke persaingan pembuatan senjata berbasis teknologi. Yang pada akhirnya berujung pada konflik di ruang maya, bahkan berujung ke pencurian kekayaan intelektual.

Mengutip Fortune.com, Jacob Helberg menyebut fenomena itu sebagai ‘perang abu-abu’ dalam buku terbarunya, The Wires of War: Technology and the Global Struggle for Power.

“Saya paham perang adalah konsep yang menakutkan, tapi menyebut itu sebagai persaingan atau kompetisi adalah tindakan yang merugikan,” begitu kata Helberg saat menghadiri gelaran Brainstorm Tech 2021 oleh Fortune, dikutip Kamis (2/12).

Dari perspektifnya, konflik keduanya tak hanya melibatkan teknologi, tetapi juga pertaruhan dalam terus melangsungkan sistem politik kedua negara.

Perang di Ruang Maya

Sejak 2016 hingga 2020, Helberg memimpin kebijakan internal Google guna memerangi disinformasi dan campur tangan asing di platform. Itu juga termasuk upaya penyebaran misinformasi yang didukung oleh ‘musuh’ AS seperti Rusia guna melemahkan demokrasi Negeri Paman Sam.

Dari pengalaman itu, Helberg jadi memahami tantangan yang harus perusahaan dan pemerintah AS hadapi di ruang maya. Satu langkah utama yang harus AS lakukan adalah mewaspadai itu sebagai perang.

“Tujuan utama Anda haruslah memenangkan perang, itu harus menjadi landasan Anda,” jelasnya.

Pendapat dari Ahli Teknologi Lain

Dalam gelaran itu, ada pula para ahli lain yang membagikan pandangan seputar konflik berbasis teknologi tersebut. Salah satunya, Presiden Komite Pengembangan Ekonomi Dewan Konferensi, Lori Esposito.

Dia berujar, “saya pikir dunia keamanan nasional di Washington, DC telah menyadari hal itu (tantangan). Bahwa internet telah menjadi senjata.”

Stephen Ward, Direktur Pelaksana perusahaan ekuitas swasta, Insight Partners berpendapat bahwa AS telah mempersiapkan diri dengan baik. Apalagi, jika mengingat kerugian ketika memerangi perang abu-abu.

Ward mencatat, Cina dan Rusia dapat beroperasi lebih cepat dan seragam karena rezim otoriter tak terkait dengan aturan dan transparansi seperti AS.

Related Topics