Jakarta, FORTUNE - Aliran modal untuk investasi terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya seiring dengan kian meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim. Investasi pada sektor energi bersih diprediksi menjadi US$200 triliun atau lebih dari Rp3 juta triliun secara global.
Ramez Naam, investor pada bidang teknologi iklim, menyoroti perkembangan ini sebagai bagian dari transformasi global yang sedang berlangsung. Dia menjelaskan bahwa ketakutan awal akan peningkatan pemanasan global yang mencapai 4 hingga 6 derajat Celcius pada 2100 kini mulai mereda berkat kemajuan teknologi dan kebijakan yang mendukung energi bersih.
"Dulu, kita khawatir akan menghadapi pemanasan yang dramatis, yang bisa menyebabkan perubahan besar pada ekosistem dan biosfer kita. Namun, berkat penurunan biaya energi bersih dan kebijakan yang mendukung, kita sekarang berada di jalur untuk membatasi pemanasan hingga sekitar 2,5 derajat celcius," kata Naam dalam acara Joint Executice Leadership Training PLN yang bertajuk "Shaping The Future: The New Energy Paradigm & The Power of Digital Transformation" di Jakarta, Jumat (23/8).
Naam mengatakan bahwa transisi menuju ekonomi bersih ini telah mendorong salah satu sektor investasi terbesar dalam sejarah.
"Kita melihat bahwa dalam 30 hingga 50 tahun ke depan, sekitar US$200 triliun akan mengalir ke dalam ekonomi bersih saat kita beralih dari bahan bakar fosil," ujarnya.
Angka ini mungkin terdengar luar biasa, tapi kata Naam pertumbuhan belanja modal untuk menghasilkan energi bersih telah meningkat dengan pesat. Pada 2004, dunia menghabiskan sekitar US$33 miliar untuk energi baru terbarukan (EBT) yang mengandalkan sinar matahari dan angin. Namun, pada 2023, angka ini melonjak menjadi US$1,8 triliun.
Menurut Naam, investasi dalam energi bersih kini telah melampaui pengeluaran untuk energi fosil.
"Tahun 2022 adalah tahun bersejarah, ketika pengeluaran untuk tenaga surya saja melampaui pengeluaran untuk ekstraksi minyak. Ini adalah titik balik bagi masyarakat kita," katanya.