Survei: Perusahaan Indonesia Perhatikan Aspek Keberlanjutan

Sebagian sebut keberlanjutan lebih penting dari finansial.

Survei: Perusahaan Indonesia Perhatikan Aspek Keberlanjutan
Ilustrasi Sustainability Business. Shutterstock/NicoElNino
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Sebanyak 6 dari 10 atau 62 persen dari perusahaan skala menengah (mid-market) kini percaya bahwa sustainability atau keberlanjutan sama atau bahkan lebih penting daripada kesuksesan secara finansial. Hal itu terungkap dalam survei dari International Business Report (IBR) yang dikeluarkan oleh Grant Thornton.

Aspek lingkungan, sosial, dan peran pemerintah dipandang sebagai keunggulan kompetitif bagi sebagian perusahaan skala menengah. Sekitar 42 persen pelaku bisnis menekankan pentingnya sustainability atau keberlanjutan karena strategi ini dianggap mampu untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya, sehingga terasa manfaatnya bagi bisnis mereka.

Sustainability Semakin Penting Sejak Pandemi

Laporan ini juga menyebutkan 79 persen pelaku bisnis skala menengah di Indonesia percaya bahwa sustainability sama pentingnya dengan keberhasilan secara finansial. Bahkan 63 persen dari mereka berpendapat bahwa sustainability semakin penting sejak pandemi.

Lebih dari setengah (51 persen) pelaku bisnis skala menengah di Indonesia juga berpendapat bahwa dengan menerapkan prinsip–prinsip sustainability ke dalam aktivitas perusahaan, mereka dapat meningkatkan efisiensi operasional dan menurunkan biaya. Adapun 47 persen lainnya berpendapat bahwa sustainability dapat meningkatkan akses permodalan dan investasi bisnis mereka.

68 Persen Pelaku Bisnis di Indonesia Mengembangkan Strategi Sustainability

Hasil survei juga menyebutkan 68 persen dari pelaku bisnis Indonesia atau yang tertinggi dari seluruh dunia telah mulai mengembangkan strategi sustainability untuk diterapkan ke dalam bisnis mereka.

Walaupun demikian, tantangan utama bagi banyak pelaku bisnis ini terletak pada pemahaman apa yang harus diprioritaskan agar dapat maksimal dalam perpindahan ke praktik bisnis yang lebih berkelanjutan. Terutama ketika sumber daya yang terbatas menipis karena pandemi.

Mempertanyakan Kebijakan Penerapan Sustainability

Di Indonesia sendiri, 46 persen pelaku bisnis merasa kurangnya kejelasan seputar kebijakan yang baru merupakan hambatan dalam menerapkan prinsip sustainability ke dalam bisnis mereka.

“Bisnis pasar menengah gesit, mudah beradaptasi, dan banyak yang ingin tetap terdepan, sehingga keberlanjutan masuk akal bagi mereka,” kata Trent Gazzaway, Global Services Lines and Capability, Grant Thornton International Ltd. dalam siaran resmi, Selasa (2/11).

Gazzaway melanjutkan, untuk melaporkan aspek-aspek tertentu dari keberlanjutan seperti pengurangan karbon, keragaman dan inklusi, model bisnis mereka dan kepatuhan terhadap persyaratan peraturan, banyak yang merasa sulit untuk memahami apa yang harus diprioritaskan.

Tiga Kendala Penerapan Sustainability dalam Bisnis

Tiga kendala teratas untuk menerapkan keberlanjutan dalam bisnis usaha menengah di Indonesia berdasarkan data IBR terbaru, yaitu:

1. Kurangnya kejelasan seputar kebijakan/peraturan baru (46 persen),

2. Perusahaan sibuk menangani masalah terkait pandemi (40 persen), dan

3. Keengganan pimpinan perusahaan untuk menerapkan keberlanjutan (34 persen).

Saran dari pakar akan sangat membantu ketika menavigasi berbagai kerangka pelaporan untuk menerapkan prinsip keberlanjutan ini.

Sementara kemampuan alami dari para pelaku bisnis pasar menengah untuk beradaptasi sudah membantu dalam menuju prinsip berkelanjutan ini, ada baiknya apabila pemerintah, regulator, dan pembuat standar mempunyai peran yang jelas untuk memberikan dukungan dan menetapkan aturan yang jelas dalam hal pembuatan laporan tentang sustainability atau keberlanjutan.

Perjalanan menuju masa depan bisnis yang menerapkan prinsip berkelanjutan bukan hanya tentang pelaporan semata. Meskipun pelaporan penting bagi proses menuju sustainability. Namun, penting juga bagi para pelaku bisnis untuk menciptakan visi, tujuan, dan rencana jangka panjang yang akan membantu mereka melalui transisi ini.

“Kesediaan untuk mengambil pendekatan jangka panjang—bahkan dalam menghadapi kesulitan jangka pendek—adalah pilar utama keberlanjutan, dan itu akan membantu perjalanan bisnis dengan baik di masa depan,” kata Gazzaway.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Daftar Emiten Buyback Saham per Mei 2024, Big Caps!
Pacu Dana Murah, CASA BTN Capai 50,1%
Pabrik BATA Purwakarta Tutup, Asosiasi: Pasar Domestik Menantang