Jakarta, FORTUNE - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Tony Wenas mengatakan perusahaannya akan menjual 30-50 ton emas yang diproduksi dari fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga baru perusahaannya di Gresik, Jawa Timur.
Emas itu berasal dari lumpur anoda sisa pengolahan bijih tembaga yang selama ini belum bisa dimanfaatkan dan terus diekspor. Setelah smelter baru beroperasi, lumpur tersebut bisa diproses kembali dan menghasilkan mineral berharga seperti emas dan perak.
"Kalau untuk produknya, offtaker (pembeli) untuk emas direncanakan Antam yang akan beli. Jadi, emas kita yang akan diproduksikan 30-50 ton per tahun akan di-offtake oleh Antam," ujar Tony dalam rapat kerja di Komisi VI DPR, kemarin (11/9).
Selain lumpur anoda, smelter baru PTFI di Gresik juga akan menghasilkan slag dan sulfur acid atau asam sulfat. Rencananya produk tersebut juga akan diserap oleh badan usaha milik negara (BUMN).
"Asam sulfat akan di-offtake oleh Petrokimia Gresik dan Pupuk Indonesia. Sementara untuk slag tembaga akan diambil oleh Semen Gresik dan Semen Indonesia," jelasnya.
Tony menuturkan, progres pembangunan smelter di Gresik hingga 2022 ini ditargetkan mencapai 50 persen, dengan total serapan investasi mencapai US$1,5 miliar—sekitar Rp22,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.900)—dari total investasi hingga akhir sebesar US$3 miliar atau sekitar Rp45 triliun.
Proyek smelter yang bisa mengolah 1,7 juta ton konsentrat tembaga ini ditargetkan tuntas di Desember 2023, lalu dilanjutkan dengan uji coba atau commissioning, sehingga ditargetkan bisa mulai memproduksi emas pada Mei 2024.
Setelah beroperasi, smelter tersebut akan menambah produksi katoda tembaga di dalam negeri menjadi 500-600 ribu ton per tahun. Saat ini produksi katoda tembaga domestik, yang diproduksi PT Smelting—usaha patungan PTFI dengan Mitshubishi Corporation—hanya sebesar 300 ribu ton per tahun.
Meski demikian, Tony punya kekhawatiran seluruh produksi katoda tembaga itu tak bisa diserap industri dalam negeri. Sebab, produksi PT Smelting saja saat ini baru bisa diserap 150 ribu ton oleh industri nasional, sedangkan sisanya masih diekspor ke Jepang.