Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menargetkan ratifikasi atau pengesahan Comprehensive Economic Partnership Agreement (IUAE-CEPA) antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab diberlakukan pada 1 Januari 2023.
Apabila perjanjian ini telah berlaku (entry into force), maka 99,6 persen ekspor Indonesia ke Uni Emirat Arab (UEA) akan bebas bea masuk.
“Untuk tahun pertama itu 90 persen ekspor kita nol. Sisanya yang 9 persen koma sekian dalam rentang lima tahun akan nol persen,” kata Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan RI, Djatmiko Bris Witjaksono, saat berbicang dengan rekan media secara virtual, Senin (4/7).
Sebelumnya Presiden Joko Widodo dan Presiden UEA, Sheikh Mohamed bin Zayed bin Sultan Al Nahyan, telah bertemu di Istana Al Shatie, Abu Dhabi, Jumat lalu. Keduanya telah sepakat untuk merealisasikan IUAE-CEPA.
Usai proses tersebut, kedua belah pihak harus menyelesaikan proses ratifikasi, notifikasi, dan ketentuan teknis lainnya yang diperlukan untuk implementasi.
Namun dengan cepatnya proses perundingan, Djatmiko menyebut tidak lama lagi perjanjian dagang tersebut bisa diterapkan. "Tidak ada aturan yang membatasi waktu proses ratifikasi. Kalau pemerintah dan DPR dalam satu perspektif, mestinya ratifikasi bisa cepat," ujarnya.
Dia menyatakan bahwa perundingan IUAE–CEPA sangat bermanfaat bagi Indonesia. Sebab, produk ekspor andalan Indonesia ke UEA seperti perhiasan emas, kelapa sawit dan turunannya, otomotif, alas kaki, tekstil, besi-baja, bahan baku kertas dan kayu, bahan turunan kimia seperti sabun dan mentega, ban, dan baterai akan bebas bea masuk.
Produk UEA yang akan dikenakan bebas bea masuk ke Indonesia adalah migas, produk petrokimia, dan besi baja. “UEA itu tidak seperti Indonesia, pos tarifnya hanya 7 ribu, sedangkan Indonesia 10.800 pos tarif,” katanya.