Jakarta, FORTUNE – Menurut salah satu laporan yang dirilis PWC (2014), lebih dari 95 persen bisnis di Indonesia dimiliki oleh keluarga. Biro Sensus Amerika Serikat bahkan pernah melakukan kajian dan mendapati bisnis keluarga diakui sebagai peserta penting dan dinamis dalam ekonomi dunia.
Mengutip laman resmi Prasetiyamulya, bisnis keluarga merupakan bisnis yang dimiliki, dioperasikan, dan dikelola secara aktif oleh dua atau lebih anggota keluarga tunggal. Dalam hal ini, anggota mungkin terkait dengan darah, pernikahan, atau adopsi.
Meski begitu, banyak juga anggapan miring soal bisnis keluarga, yang mana konsep kekeluargaan yang cenderung permisif justru membuat sebuah bisnis itu sulit untuk bertahan lama. Sementara, fundamental bisnis yang berorientasi pada keuntungan sangat mungkin diabaikan karena hadirnya nilai-nilai kekeluargaan.
Hal ini lantas banyak memunculkan sikap skeptis pada bisnis keluarga. Tak jarang, generasi anak dan cucu mulai enggan melanjutkan bisnis keluarga. Namun, sebenarnya dengan konsistensi dan totalitas, bisnis keluarga bisa menjadi sebuah peluang baik untuk dikembangkan secara berkelanjutan, bahkan bermanfaat bagi orang lain yang bukan bagian dari keluarga.
Mengutip laman cpssoft.com, berikut berapa catatan yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan bisnis keluarga.