Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho mengatakan pemerintah perlu memulai langkah pengamanan pasokan lithium demi keberlangsungan industri baterai kendaraan listrik (EV battery) dalam negeri.
Pasalnya, sumber daya mineral tersebut akan menjadi rebutan berbagai negara di masa mendatang. Karena itu, jika memungkinkan, pihaknya perlu melakukan akuisisi tambang lithium di luar negeri.
Menurutnya, sumber daya litium terbesar saat ini berada di Australia, Amerika Selatan dan Afrika. "Kita harus mengamankan atau juga bersiap-siap mencari kalau memang memungkinkan misalkan tambang di luar litihum kita akuisisi," ujarnya dalam rapat kerja di Komisi VI DPR, Senin (13/9).
Indonesia hingga saat ini belum menemukan cadangan lithium yang bisa ditambang di dalam negeri. "Ini mungkin yang perlu dorongan karena ESDM sudah memetakan belum ada kandungan lithium yang signifikan di Indonesia. Kalau nanti eksplorasi itu dilakukan, mungkin bisa saja. Tapi sampai saat ini belum ada yang menemukan reserve," katanya.
Di luar itu, IBC juga terus melakukan riset dan pengembangan untuk mendapatkan baterai yang tidak memerlukan bahan baku impor seperti lithium dan graphene.
Toto mengatakan baterai EV yang diproduksi saat ini terdiri dari 80 persen nikel, 10 persen lithium dan 10 persen kobalt dan graphene.
"Bagi kami yang paling benar ke depan bagaimana kita mengembangkan teknologi baterai yang tidak tergantung terhadap bahan-bahan impor ini, dan ini yang sedang dilakukan riset bagaimana kita tidak terlalu tergantung dengan lithiumnya ataupun tadi dari segi graphenenya," jelas Toto.
Kemudian, perusahaannya juga tengah mengkaji potensi bahan baku lithium baterai dari brine sludge panas bumi. "Kemarin sempat kita coba kaji jadi dari geotermal. Itu sebenarnya ada potensi brine-nya Kami kaji dulu karena terkait jumlah dan biaya produksi. Kalau itu bisa menyelesaikan brine geotermal itu sangat membantu Indonesia," ujarnya.