Jakarta, FORTUNE – Fasilitas penyimpanan bertemperatur rendah atau cold storage membuka peluang investasi jangka panjang di Asia Pasifik. Potensi nilai investasi yang diperkirakan mencapai US$2 miliar atau lebih dari Rp30 triliun pada 2030–bila dibandingkan tahun 2021 sebesar US$948 juta.
Perusahaan manajemen investasi global, JLL, menyatakan peningkatan nilai investasi ini disebabkan karena banyak dari investor mendiversifikasi portofolio mereka dengan memanfaatkan permintaan end-user untuk fasilitas khusus. Meski begitu, JLL tak menampik bahwa investasi cold storage saat ini menurun, sejak 2021.
Walau kondisi turun, Senior Director, Supply Chain & Logistics Solutions, Asia Pasifik, JLL, Ben Horner, mengatakan bahwa situasi ini belum mencapai puncaknya.
“Sejumlah faktor, mulai dari perubahan struktural dalam pola konsumsi hingga pergeseran ke belanja online dan berbagai pengaruh makroekonomi, akan menopang pasar ini untuk pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan dari kelompok investor yang lebih terpilih,“ ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Jumat (29/12).
Menurut Ben, investor akan tertarik pada stabilitas yang lebih besar dari sektor ini dibandingkan dengan kelas aset lain, didukung oleh permintaan yang terus-menerus untuk barang-barang mudah rusak seperti makanan dan obat yang disimpan di fasilitas penyimpanan dingin.
Selain itu, perjanjian sewa dinilai menarik bagi para investor, di mana sewa biasanya lebih tinggi daripada fasilitas logistik dan industri standar, termasuk jangka waktu sewa yang lebih lama.