Jakarta, FORTUNE - Kinerja industri batu bara nasional tengah menghadapi tekanan berat, ditandai oleh penurunan produksi dan ekspor seiring fluktuasi harga global dan maraknya tantangan domestik. Para pelaku usaha kini mendesak pemerintah memberikan kepastian regulasi dan menindak tegas praktik ilegal yang merugikan negara.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Aryo Djojohadikusumo, menyebutkan realisasi produksi hingga Agustus 2025 baru mencapai 485,71 juta ton. Angka ini setara 65,72 persen dari target dan turun 12,14 persen dibandingkan dengan periode sama pada tahun lalu.
Pelemahan ini tidak hanya terpampang pada sisi produksi. Menurut Aryo, ekspor batu bara juga terkoreksi sekitar 11 persen secara tahunan (YoY). Kondisi pasar diperparah oleh anjloknya harga global akibat kelebihan pasokan dari Cina.
“Kalau pasar sudah tertekan oleh harga global dan di dalam negeri masih dihantam tambang ilegal, dampaknya jelas merugikan. Karena itu kami mendukung langkah tegas pemerintah untuk memberantas tambang ilegal,” kata Aryo dalam keterangannya, dikutip Kamis (18/9).
Aryo menyoroti praktik tambang ilegal yang tidak hanya menggerus penerimaan negara, tetapi juga menciptakan persaingan tidak sehat bagi perusahaan pemegang izin resmi. Ia menekankan perlunya sinkronisasi kebijakan lintas kementerian agar pemberantasan berjalan efektif.
“Kebijakan sektoral yang tumpang tindih sering kali membuat pengusaha resmi kesulitan. Kalau yang legal tidak diberi ruang, justru tambang ilegal yang akan masuk. Ini yang harus diantisipasi,” ujarnya.
Di tengah tantangan tersebut, Aryo mendorong pengembangan hilirisasi, termasuk gasifikasi batu bara, sebagai alternatif memperkuat ketahanan energi dan pangan nasional.
“Jika kondisi global semakin sulit, maka harus kreatif. Hilirisasi dapat menghasilkan bahan baku industri dan substitusi impor,” ujarnya.
Ia menegaskan, batu bara masih memegang peran krusial dalam peta jalan energi Indonesia.
“Ketahanan pangan, ketahanan energi, dan ketahanan air adalah prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo. Batu bara akan selalu menjadi bagian penting dalam ketahanan energi Indonesia. Para pelaku usaha jangan sampai melupakan kontribusi nyata industri ini terhadap ekonomi nasional,” katanya.
Sejalan dengan itu, Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI-ICMA), Priyadi, menekankan tantangan utama industri bukan hanya fluktuasi harga, tetapi juga ketidakpastian regulasi.
“Market tidak bisa kita atur. Yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan efisiensi operasi. Namun, kami berharap pemerintah tidak terus-menerus mengeluarkan aturan baru yang justru membebani industri,” ujar Priyadi, yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur Adaro Indonesia.
Ia menambahkan, Indonesia masih memiliki cadangan batu bara melimpah dengan potensi puluhan miliar ton yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung transisi energi.
“Kami siap mendukung pengembangan energi hijau, namun perlu waktu, teknologi, dan stabilitas regulasi,” katanya.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, kontribusi batu bara terhadap kas negara tetap signifikan. Data Kementerian ESDM mencatat, hingga semester I-2025, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batu bara mencapai Rp74,2 triliun atau 59,5 persen dari target tahunan. Realisasi ini bahkan naik 1,1 persen dibandingkan dengan periode sama pada 2024.