Jakarta, FORTUNE - Perusahaan energi dan petrokimia global, Shell dikabarkan membatalkan pembangunan pabrik biofuel di Shell Energy and Chemicals Park, Rotterdam, Belanda. Padahal, pabrik itu semula direncanakan menjadi salah satu yang terbesar di Eropa dalam pengolahan limbah menjadi bahan bakar jet ramah lingkungan.
Pembangunan pabrik itu sempat dihentikan sementara pada Juli 2024 akibat lemahnya kondisi pasar. Shell telah menyetujui proyek dengan kapasitas 820.000 metrik ton per tahun sejak September 2021 dan memulai operasional pada 2025.
Machteld de Haan, Presiden Shell untuk Solusi Hilir, Energi Terbarukan, dan Energi mengatakan telah terjadi dinamika pasar dan penyelesaian biaya. Sehingga, Shell menyadari proyek ini tidak cukup kompetitif untuk menjawab kebutuhan pelanggan terhadap produk yang terjangkau dan rendah karbon.
Meski sulit, namun ia menilai ini keputusan yang tepat, karena perusahaan perlu memprioritaskan alokasi modal pada proyek-proyek yang mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sekaligus memberikan nilai juga.
“Sehingga mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sekaligus memberikan nilai tambah bagi pemegang saham,” ujar Haan dilansir dari Reuters, Rabu (3/9).
Sejalan dengan langkah tersebut, Shell bersama sejumlah perusahaan minyak besar lainnya dikabarkan memilih mengurangi fokus pada proyek energi terbarukan dan kembali pada keahlian tradisionalnya di bidang produksi bahan bakar fosil.
Dilansir dari The Guardian, Shell memulai pembangunan pabrik di Rotterdam, Belanda, pada tahun 2021. Awalnya, pabrik ini diharapkan dapat memproduksi hingga 820.000 ton biofuel dan direncanakan mulai beroperasi pada April 2024. Namun, rencana ini kemudian diundur hingga tahun 2025.
Keputusan membatalkan proyek di Rotterdam menandai kemunduran lain bagi desain biofuelnya, menyusul pembatalan proyek bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) di Pulau Bukom Singapura pada Maret 2023.
Hal ini terjadi di tengah peralihan yang lebih luas dari proyek energi terbarukan di sektor minyak dan gas karena perusahaan bahan bakar fosil mengejar keuntungan yang lebih tinggi.
Pada Maret 2024, Shell menurunkan target emisi utama dan menetapkan rencana untuk mengurangi intensitas emisi karbon dari energi yang dijualnya sebesar 15-20 persen pada akhir dekade ini dibandingkan dengan target sebelumnya sebesar 20 persen.