Jakarta, FORTUNE - Perekonomian global masih belum menentu akibat inflasi yang tinggi secara global dan kondisi geopolitik. Hal ini menciptakan sejumlah tantangan bagi perekonomian di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, terutama bagi startup digital.
Meskipun mulai menurun, inflasi masih tetap tinggi. Tingkat suku bunga berada pada level tertinggi dalam 15 tahun terakhir dan diperkirakan akan tetap tinggi di masa mendatang. Hal ini menyebabkan penurunan valuasi startup sebagai aset investasi alternatif, yang sekarang jauh di bawah dibanding puncaknya pada tahun 2021.
Perlambatan pendanaan di Asia Tenggara belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Jumlah pendanaan ekuitas turun menjadi 427 pendanaan hingga 4 September 2023 dengan penurunan sebesar 58,1 persen dari 1.019 pendanaan pada tahun 2022. Menurut laporan terbaru dari TechInAsia, total pendanaan juga diprediksi turun 65,75 persen menjadi US$6,2 miliar pada akhir tahun ini.
Dari lanskap geopolitik, sebagian besar negara ASEAN akan memiliki pemimpin baru pada akhir tahun depan, termasuk Indonesia. Transisi kepemimpinan di negara-negara ASEAN menciptakan politik yang dinamis dan dapat berdampak pada lanskap investasi di kawasan ini. Oleh sebab itu, kesadaran akan berbagai tantangan untuk membuat keputusan strategis sangat penting. Pemerintahan yang baru memiliki peran penting dalam membentuk nilai-nilai dan masa depan negara dengan tetap menjaga relevansi dan mempertahankan kebijakan ekonomi saat ini.
"Kami berharap pemerintah baru nanti akan melanjutkan kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Kami percaya bahwa mereka akan membangun fondasi kokoh yang telah dibangun oleh pemerintahan sebelumnya dan mempersiapkan bangsa ini menuju pertumbuhan dan kemakmuran yang berkelanjutan," ujar Roderick Purwana, Managing Partner East Ventures.
Di sisi lain, sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia, ASEAN menunjukkan ketangguhannya. ASEAN memiliki angka-angka yang mengesankan, seperti PDB gabungan sebesar US$4 triliun, populasi 650 juta jiwa, lebih dari 70 juta usaha kecil dan menengah, dan potensi untuk mengembangkan ekonominya hingga US$200 miliar.
Pada tahun 2024, ekonomi ASEAN diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5 persen yang lebih tinggi daripada ekonomi global. Inflasi di kawasan ini juga terkendali. Negara-negara ASEAN dapat mempertahankan tingkat suku bunga dan depresiasi mata uang mereka. Fakta ini menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki ketahanan terhadap tantangan global. Pertumbuhan ekonomi ASEAN terus menjadi tempat yang 'cerah' dan 'langka' di tengah pasar global. Oleh karena itu, ASEAN akan menjadi pusat dari pertumbuhan.
Indonesia memiliki posisi yang tepat untuk memimpin pertumbuhan ini sebagai negara dengan populasi terpadat keempat di dunia, dengan penduduk berusia muda yang terus bertambah dan penetrasi internet yang tinggi. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai US$290 miliar dengan cepat di beberapa tahun mendatang.
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), Indonesia memiliki salah satu tingkat pertumbuhan PDB riil tertinggi tidak hanya di Asia, tetapi juga di dunia. PDB per kapita Indonesia diproyeksikan meningkat dari sekitar US$3.000 di tahun 2010 menjadi US$5.000 di akhir tahun ini dan berpotensi melonjak menjadi US$10.000 di akhir dekade ini.
"Ini adalah titik balik bagi Indonesia. Terlepas dari angka pastinya, pertumbuhan di atas US$5.000 per kapita mencerminkan pertumbuhan pendapatan yang bersifat fleksibel (discretionary income), yang akan mendorong konsumsi di berbagai sektor, seperti infrastruktur, iklim, ekonomi digital, serta komoditas hilir dan bahan baku. Faktor-faktor ini akan mendorong PDB Indonesia melampaui US$2 triliun pada akhir dekade ini," kata Roderick, menambahkan.