Jakarta, FORTUNE - Ekspor batu bara Indonesia ke Eropa masih minim di tengah peningkatan permintaan akibat terhambatnya pasokan gas ke Benua Biru. Padahal, berdasarkan data Kpler, batu bara yang mengalir ke wilayah Antwerp-Rotterdam-Amsterdam (ARA)—pusat lalu-lalang terbesar untuk energi dan komoditas—meningkat 35 persen menjadi 26,9 juta ton dibandingkan periode sama tahun lalu.
Mengutip Bloomberg, Rabu (6/7), sejumlah batu bara Indonesia yang berkualitas rendah kemungkinan telah masuk ke Eropa, meskipun dicampur dengan bahan AS dengan nilai kalori yang lebih tinggi. “Kami melihat kemacetan yang sangat tinggi untuk pelabuhan utama Eropa,” kata Abhinav Gupta, analis pengiriman curah kering di Braemar.
Pada 29 Juni, lanjut Gupte, terdapat 71 kapal curah kering menunggu berlabuh di daerah lepas pantai Antwerpen, Rotterdam dan Amsterdam, naik tiga kali lipat dari rata-rata lima tahun 24 kapal untuk tahun ini.
Sementara itu, waktu tunggu untuk kapal batu bara, menurut Kpler, mencapai sekitar 10 hari akibat dangkalnya permukaan sungai Rhine. Pun demikian, waktu tunggu diperkirakan akan lebih singkat menjadi delapan hari pada pertengahan Juli.
Terminal batu bara saat ini memiliki kapasitas penyimpanan penuh, dan mengangkut volume besar bahan bakar ke pedalaman “telah menjadi tantangan selama beberapa minggu terakhir,” kata pelabuhan Rotterdam. Situasi diperumit oleh kekurangan tongkang, katanya, karena banyak kapal terikat dengan ekspor bijih besi dan biji-bijian Ukraina.
Negara-negara Uni Eropa terpaksa menghidupkan kembali PLTU dan memburu batu bara ke negara-negara eksportir untuk mengisi stok bahan bakar yang menipis hingga level terendahnya dalam lima tahun terakhir pada kuartal pertama lalu.
Mereka juga meningkatkan impor batu bara dari AS, Kolombia, dan Australia—negara-negara yang cenderung menghasilkan kualitas yang lebih baik atau yang disebut bahan bernilai kalori tinggi yang melepaskan lebih banyak panas.
Upaya tersebut mulai membuahkan hasil. Kini terdapat pasokan batu bara sebesar 6,6 juta ton, mendekati level rekor tertinggi pada 2019, menurut Kpler. Pada sisi negatifnya, banjir impor berkontribusi terhadap kemacetan besar di pelabuhan.