Jakarta, FORTUNE - Komoditas minyak atsiri Indonesia mencatat permintaan besar di pasar global. Pada 2024, nilai ekspor minyak atsiri Indonesia mencapai US$259,54 juta, dengan minyak nilam sebagai komoditas utama yang menyumbang 54 persen atau senilai US$141,32 juta.
Produk atsiri lain seperti minyak cengkeh, pala, cendana, dan sereh wangi, juga turut menopang ekspor nasional.
Inspektur Jenderal Kementerian Perindustrian, M. Rum mengatakan, industri minyak atsiri saat ini banyak tersebar luas di berbagai daerah dari Aceh hingga Papua, dengan didukung lebih dari 3.000 unit penyulingan, dan menyerap lebih dari 200 ribu tenaga kerja, yang mayoritas digeluti oleh pelaku industri kecil dan menengah (IKM).
Adapun total kapasitas produksi nasional mencapai 26.398 ton per tahun. “Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal pemberdayaan masyarakat," kata M. Rum dalam keterangan dikutip Kamis (10/7).
Secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-8 eksportir minyak atsiri dunia, dengan kontribusi sebesar 4,12 persen terhadap pasar global. Namun demikian, sebagian besar produk yang diekspor masih berupa bahan baku mentah.
“Oleh karena itu, pentingnya penguatan hilirisasi sebagai strategi kunci untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri dalam negeri,” imbuhnya.
Dia mengatakan, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pengembangan industri minyak atsiri, karena didukung dengan kekayaan hayati yang melimpah dan warisan pengetahuan lokal yang telah terbentuk selama berabad-abad.
Dari 97 jenis tanaman atsiri yang dikenal di dunia, sekitar 40 jenis tumbuh subur di Indonesia, dan setidaknya 25 jenis telah dibudidayakan secara komersial seperti nilam, sereh wangi, cengkeh, pala, hingga kenanga.
“Keanekaragaman ini menjadi modal penting bagi Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin global dalam industri minyak atsiri. Dengan dukungan kondisi agroklimat dan warisan budaya yang kuat, kita memiliki fondasi kokoh untuk membangun industri atsiri yang berdaya saing tinggi,” ujarnya.