BUSINESS

Hampir Dua Tahun Merugi, Boeing Cetak Laba US$587 Juta

Pendapatan operasional Boeing naik 44%.

Hampir Dua Tahun Merugi, Boeing Cetak Laba US$587 JutaFlickr
09 August 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Produsen pesawat terbang asal Amerika Serikat, Boeing, mencatatkan keuntungan pertamanya setelah merugi dalam hampir dua tahun terakhir. Jenama bermarkas di Chicago itu mencetak laba US$587 juta atau sekitar Rp8,4 triliun pada triwulan II 2021, berbanding terbalik dari periode sama tahun lalu yang menanggung rugi US$2,4 miliar.

Dilansir AFP, pendapatan operasional Boeing tercatat sebesar US$17 miliar atau naik 44%. Capaian itu ditopang peningkatan pendapatan di bidang pertahanan, ruang angkasa, dan keamanan.

Boeing juga membukukan kerugian kuartalan jauh lebih kecil pada divisi pesawat komersialnya. Ini berkat kembali dimulainya pengiriman 737 MAX yang sempat dilarang terbang selama 20 bulan akibat dua kecelakaan fatal.

Sementara itu, bisnis layanan globalnya juga kembali meningkat setelah tahun lalu anjlok akibat pandemi Covid-19. "Kami terus membuat kemajuan penting pada triwulan kedua karena kami fokus untuk mendorong stabilitas di seluruh operasi kami dan mengubah bisnis kami untuk masa depan," kata Chief Executive Boeing, Dave Calhoun, dalam siaran resmi, Rabu (28/7).

Perbaikan kinerja tersebut mengejutkan para analis, yang memproyeksikan berlanjutnya kerugian. Saham Boeing terkerek 5,5% menjadi US$233,38 pada awal perdagangan.

Namun, raksasa penerbangan itu masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Ketidakpastian dari terus berlangsungnya pandemi Covid-19 menyebabkan percepatan pemulihan penerbangan komersial yang tidak merata. Sejumlah pembatasan pada perjalanan internasional juga menjadi tantangan bagi penjualan pesawat jarak jauh.

Tantangan selanjutnya adalah ketidakpastian operasional pabriknya, terutama untuk pesawat 787 Dreamliner. Produksi pesawat jenis itu sebelumnya sempat bermasalah dan dihentikan sementara. Boeing telah berdiskusi dengan regulator Federal Aviation Administration (FAA) pada inspeksi sistem 787 dan membuat beberapa tambahan di pesawat tersebut.

Terakhir, prospek bisnis yang tak kunjung menemukan titik terang di Tiongkok, satu-satunya negara besar yang belum memberikan lampu hijau operasional 737 MAX. Calhoun menyatakan desakannya bagi pemerintahan Biden untuk mempromosikan hubungan dagang yang baik dengan Beijing agar operator Tiongkok bisa memesan lebih banyak pesawat tahun depan.

"Pesanan belum sampai ke pihak lain," kata Calhoun mengacu pada Airbus, saingannya dari Eropa. Menurutnya, pemerintah menyadari bahwa jika Boeing tak segera masuk ke Tiongkok, produk Eropa akan mengisinya. Negeri tersebut menjadi penentu penguasaan AS atas pasar pesawat terbang di dunia.

"Dan itu mewakili sekitar satu juta pekerjaan dalam rantai pasokan kami, termasuk operasi perakitan Boeing," jelas Calhoun.

Related Topics