Jakarta, FORTUNE - Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID, Dany Amrul Ichdan, mengatakan Indonesia masih akan bergantung pada Cina untuk bahan baku baterai kendaraan listrik (EV Battery).
Pasalnya, selain nikel yang mendominasi komponen baterai EV, 20 persen bahan baku lainnya tidak ada di Indonesia. Salah satunya lithium hidroksida.
"Itu kebutuhannya sekitar 70 ribu ton per tahun yang selama ini impor dari Cina, Chile dan Australia, dan smeltingnya, proses pengolahannya ada di China," ujarnya dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII, DPR, Senin (19/9).
Kemudian, ada pula material graphene yang juga tidak diproduksi di dalam negeri. "Itu 44 ribu ton per tahun yang diimpor dari Cina, Brazil dan Mozambik," tuturnya.
Lalu, ada material berupa mangan sulphate dan cobalt sulphate yang besarnya masing-masing 12 ribu ton per tahun. Keduanya, ujar Dany, juga masih diimpor hingga saat ini.
Untuk itu, ke depan IBC akan dibentuk sebagai investment company. Tujuannya, agar perseroan dapat bergerak lebih lincah dalam melakukan aksi-aksi korporasi.
"Jadi, 20 persen selain nikel itu masih impor. Karenanya, ke depan perlu menyusun roadmap kemandirian agar tidak tergantung pada produk impor yang 20 persen jumlahnya apakah kita lakukan aksi korporasi ataukah seperti apa. Ini IBC (Indonesia Battery Corporation) sedang menyusun roadmapnya," jelasnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk, Nico Kanter, meminta dukungan dari Komisi VII DPR agar tarif impor untuk lithium bisa murah. Dus, harga baterai kendaraan listrik yang dihasilkan IBC bisa kompetitif.
"Jadi, bapak tadi sampaikan bagaimana bisa dibantu oleh Komisi VII. Kebijakan yang akan dibantu adalah bagaimana kita bisa menciptakan supaya kebijakan untuk impor lithium itu tidak diberikan, dikenakan, misalnya tarif yang tinggi," katanya.
Ia pun menjelaskan, secara umum pabrik baterai kendaraan listrik memiliki ketergantungan rantai pasok. Ia pun mencontohkan pada pabrik baterai kendaraan listrik yang ada di Polandia dan Amerika Serikat (AS).
"Enggak pernah ada itu akan ciptakan atau semua dihasilkan negara terkait, termasuk Indonesia," ungkapnya.