Jakarta, FORTUNE – PT Pertamina (Persero) tengah diterpa oleh sejumlah isu, mulai dari ancaman mogok kerja dari para karyawannya, hingga kabar pemotongan gaji. Bagaimana kinerja keuangan BUMN minyak dan gas (migas) tersebut?
Rencana mogok kerja karyawan Pertamina ini tampak dalam surat pemberitahuan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Jumat (17/12). Dalam surat yang beredar di kalangan wartawan ini, FSPPB menyerukan akan melakukan aksi mogok kerja pada Rabu, 29 Desember 2021 hingga Jumat 7 Januari 2022. Rencananya, aksi tersebut akan diikuti oleh Pekerja Pertamina Group anggota FSPPB dan dilakukan seluruh wilayah kerja Pertamina baik holding maupun subholding.
Jika melihat laporan keuangan terakhir per semester satu tahun ini, terlihat performa BUMN tersebut sedang cukup baik. Penjualan dan pendapatan usaha perseroan naik 22,5 persen menjadi US$25,09 miliar atau setara Rp357,57 triliun (asumsi kurs Rp14.250).
Secara mendetail, penjualan dalam negeri Pertamina meningkat 14,0 persen menjadi US$18,89 miliar. Lalu, penjualan ekspor tumbuh 96,9 persen dan pendapatan usaha dari aktivitas operasi lainnya juga naik 42,1 persen. Pertamina juga mendapat penggantian biaya subsidi dari pemerintah mencapai US$2,14 miliar atau setara Rp30,49 triliun.
BUMN yang berdiri sejak 1957 ini pun berhasil meraih laba tahun berjalan US$264,56 juta atau setara Rp3,77 triliun. Angka itu berbanding terbalik dari rugi US$761,24 juta (Rp10,85 triliun) pada semester pertama tahun lalu.
Posisi kas dan setara kas Pertamina juga membaik dengan tumbuh 26,6 persen menjadi US$11,39 miliar (Rp162,32 triliun). Sedangkan, aset perseroan tercatat sebesar US$72,25 miliar (Rp1.029,53 triliun), atau meningkat 2,9 persen setahunan.