Jakarta, FORTUNE - Akhir pekan lalu, isu pailit menerpa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA). Bukannya mereda, pekan ini kabar itu malah kian membara, berkaitan dengan pembacaan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Kamis (21/10).
Pengumuman putusan gugatan PKPU dari My Indo Airlines (MYIA) kepada GIAA harusnya berlangsung pekan lalu (14/10). Akan tetapi, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menundanya hingga sidang pada pekan ini, demikian keterangan dari dokumen keterbukaan informasi Garuda Indonesia kepada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Fortune Indonesia telah mencoba mengonfirmasi pembaruan informasi mengenai pembacaan putusan PKPU GIAA dengan MYIA kepada Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra. Namun belum mendapat tanggapan hingga Kamis sore.
Sebelumnya, MYIA menggugat GIAA karena maskapai pelat merah itu belum melunasi kewajiban usaha terkait kolaborasi penerbangan kargo di antara kedua pihak.
Apalagi, pembatasan perjalanan selama wabah COVID-19 berakibat pada amblasnya jumlah penumpang perjalanan jalur udara. Yang secara langsung berimbas terhadap pendapatan GIAA selama serangan pagebluk belum usai. Bahkan, itu juga berdampak pada nominal gaji karyawan.
Sebagai salah satu upaya menata kembali kinerja, perseroan mengaku mempertimbangkan berbagai opsi. Salah satunya, ikhtiar restrukturisasi utang, seperti yang disampaikan oleh Irfan saat menghadiri rapat dengan Komisi VI DPR RI pada pertengahan Juni 2021.
Jika upaya restrukturisasi nantinya tak menemui titik terang, maka ada kemungkinan Kementerian BUMN akan memailitkan Garuda Indonesia. “Tak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar,” kata Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo, dikutip dari Okezone.