Pajak yang harus dibayar oleh penjual ini merupakan pajak yang dikenakan atas hasil penjualan properti, tanah, dan sejenisnya. Berikut jenis-jenis pajak jual beli rumah yang harus dibayar oleh penjual dan wajib disetorkan ke kas negara:
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu pajak yang harus dibayarkan oleh penjual. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016 tentang PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, serta perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan.
Peraturan ini menyatakan bahwa PPh dikenakan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, serta perjanjian pengikatan jual beli terkait tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
Sebagai penjual rumah, penghasilan yang diperoleh dari penjualan tersebut akan dikenakan PPh. Tarif PPh untuk penghasilan dari jual beli rumah adalah 2,5 persen dari harga jual rumah.
Sebagai contoh, jika sebuah rumah dijual seharga Rp1 miliar, maka beban PPh yang harus dibayarkan oleh penjual adalah 2,5 persen dari Rp1 miliar, yaitu sebesar Rp25 juta.
Pembayaran PPh yang terutang harus dilakukan sebelum Akta Jual Beli diterbitkan, sesuai dengan kesepakatan harga antara penjual dan pembeli.
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah jenis pajak yang bersifat materiel, yakni besarnya pajak ditentukan berdasarkan nilai tanah atau bangunan. PBB dikenakan kepada penjual sebelum proses serah terima rumah, bangunan, dan/atau tanah yang telah dijual.
Penjual hanya bertanggung jawab untuk membayar pajak ini pada tahun transaksi karena PBB merupakan pajak yang dibayarkan setiap tahun. Untuk tahun-tahun berikutnya, PBB akan menjadi tanggung jawab pemegang hak atas transaksi jual beli, yaitu pembeli rumah.
Tarif PBB untuk jual beli rumah adalah 0,5 persen dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang dikalikan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari rumah tersebut.
PBB yang terutang menjadi tanggung jawab wajib pajak, baik perorangan maupun badan yang memperoleh keuntungan atau memiliki kedudukan sosial ekonomi tertentu berdasarkan hak kepemilikan atas tanah dan bangunan.
Wajib pajak, baik individu maupun badan, harus melunasi pembayaran PBB paling lambat 6 bulan setelah tanggal penerimaan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB.
Rumus menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai berikut:
PBB Terutang = Tarif 0,5 persen x NJKP (Nilai Jual Kena Pajak)
NJKP = NJOP - NJOPTKP
NJOP atau Nilai Jual Objek Pajak adalah nilai yang menjadi acuan dalam menentukan besaran PBB yang terutang. Makin tinggi nilai NJOP, makin besar pula PBB yang harus dibayarkan.
NJOP terdiri dari dua komponen, yaitu NJOP Bumi dan NJOP Bangunan. Penjumlahan dari kedua jenis NJOP ini akan menghasilkan NJOP yang digunakan sebagai dasar pengenaan PBB.
Dasar Pengenaan PBB = NJOP Bumi + NJOP Bangunan
Nilai NJOP ini akan digunakan untuk menghitung NJKP secara final. Jika nilai NJOP sama dengan atau lebih dari Rp1.000.000.000, maka NJKP yang dikenakan adalah sebesar 40 persen. Sebaliknya, jika NJOP kurang dari Rp1.000.000.000, NJKP yang berlaku adalah 20 persen.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) bervariasi di setiap daerah, dengan batas maksimal sebesar Rp12 juta.