Di tengah ketegangan tarif yang masih berlangsung, investor lebih cermat memantau fundamental pasar dan kualitas penyewa.
Menurut survei JLL terhadap 75 investor di Asia Pasifik, sektor industri dan logistik, energi dan infrastruktur, serta ritel dianggap paling rentan terhadap risiko geopolitik dalam lima tahun mendatang karena efek lanjutan pada pertumbuhan dan tingkat suku bunga. Sebaliknya, sektor hunian, life sciences, dan kesehatan dinilai lebih terlindungi karena ditopang oleh permintaan domestik.
“Meski investor menghadapi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, real estate komersial Asia Pasifik terus menarik investor global. Hal ini menunjukkan kekuatan fundamental kawasan dan resilience untuk sektor ini,” ujar Stuart Crow, CEO Asia Pacific Capital Markets, JLL dalam keterangan tertulis dikutip Jumat (3/10).
Korea Selatan mencatat kinerja yang kuat pada kuartal dua 2025, dengan transaksi perkantoran di Seoul mencapai level tertinggi sejak kuartal kedua 2021. Kenaikan ini didorong alokasi modal yang lebih besar dari institusi domestik serta biaya pembiayaan yang lebih rendah. Dengan penurunan suku bunga acuan menjadi 2,5 persen oleh Bank of Korea pada Mei lalu, JL optimistis momentum positif ini akan berlanjut pada kuartal berikutnya.
Sementara Indonesia, Farazia Basarah, Country Head, JLL Indonesia mengatakan pasar real estate komersial Indonesia tetap menarik minat investasi pada kuartal dua 2025, khususnya di sektor manufaktur dan industri.
“Terlepas dari tantangan ekonomi global, kami melihat permintaan domestik yang solid serta penempatan modal internasional yang selektif, menempatkan Indonesia sebagai salah satu destinasi investasi utama di Asia Tenggara yang terus berkembang,” ujar Farazia Basarah, Country Head, JLL Indonesia.
Sektor perkantoran memimpin aktivitas investasi di kuartal dua, dengan nilai transaksi US$13,3 miliar, naik 24 persen secara tahunan. Korea Selatan mencatat volume perkantoran tertinggi sejak Q2 2021, sementara Jepang tetap aktif dengan partisipasi kuat dari investor domestik. Sektor industri & logistik tumbuh 12 persen (YoY) menjadi US$6,3 miliar, dan sektor ritel naik 4 persen menjadi US$5,0 miliar.
Investasi sektor hunian terus menunjukkan momentum positif, mencapai US$3,6 miliar pada kuartal dua 2025, melonjak 92 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jepang tetap menjadi pasar dominan, menyumbang lebih dari separuh total volume sektor hunian di kawasan.
Sementara itu, investasi dari investor private wealth (kekayaan pribadi) pada kuartal dua 2025 meningkat 32 persen (YoY) menjadi US$4,7 miliar. Perkantoran tetap menjadi kelas aset yang paling diminati, menyumbang 45 persen dari seluruh transaksi. Angka ini naik tajam dibandingkan kuartal dua 2024, yang hanya mencatat 28 persen transaksi, menunjukkan preferensi yang semakin kuat terhadap kelas aset ini. Ritel bertahan di posisi kedua, dengan porsi 26 persen dari total transaksi di kuartal dua 2025.
Pamela Ambler, Head of Investor Intelligence, Asia Pacific JLL, menambahkan bank sentral di kawasan Asia Pasific terus melanjutkan siklus penurunan suku bunga. Ia menilai, dengan biaya utang yang semakin rendah, menciptakan iklim transaksi lebih kondusif yang mendorong aktivitas investasi.
“Namun, investor kini memperhitungkan skenario pertumbuhan yang lebih lambat dengan asumsi tarif akan tetap berlaku. Hal ini membuat proses transaksi memerlukan waktu lebih panjang dan adanya ketentuan kontinjensi,” katanya.
Pasar seperti Korea Selatan dan Jepang terus menunjukkan ketahanan, dan investor yang mencari pertumbuhan jangka panjang masih dapat menemukan peluang di tengah dinamika ini.