Pelabuhan Peti Kemas. (Dok. Bea Cukai)
Carmelita mengatakan bahwa pembicaraan dengan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan terus dilakukan. Sejumlah insentif untuk kapal-kapal internasional pun digelontorkan. Bea cukai pun sudah mempercepat clearance kontainer yang prosesnya tertahan.
"Tapi efeknya kecil sekali. Cukup sulit menyelesaikan masalah ini, karena ini soal business-to-business (B to B). Tapi sekali lagi, bukan hanya Indonesia, tapi semua negara, jadi tetap harus optimis mencari jalan keluar," ujar Carmelita.
Carmelita juga menyampaikan bahwa INSA berpandangan bahwa solusi permasalahan ini dapat ditempuh dengan langkah jangka panjang dan jangka pendek. “Jangka pendeknya adalah seperti yang dilakukan pemerintah negara-negara lain, yakni mendata semua kargo ekspor dan ketersediaan space kapal serta kontainer,” ucapnya.
Menurutnya, data yang didapat akan memudahkan Pemerintah untuk turut berperan melakukan pendekatan pada Main Liner Operator (MLO) Internasional Shipping. Hal ini terutama terkait negosiasi untuk mendapatkan space kapal agar kargo ekspor bisa diangkut. Selain itu, Pemerintah juga dapat menghitung berbagai aspek tentang ketersediaan kapal BUMN yang dapat dimobilisasi untuk mengangkut muatan ekspor.
“Untuk jangka panjangnya, kondisi over demand terhadap supply ini harus diseimbangkan kembali. Para MLO juga sudah memesan pembangunan kapal dan kontainer di China dan Vietnam. Indonesia juga perlu menghitung dan memikirkan untuk membangun flag carrier, serta mendorong BUMN juga memiliki serta mengoperasikan International shipping,” ujar Carmelita.