Jakarta, FORTUNE - Krisis rantai pasok dunia (global value chain/GVC) telah membuat harga barang di tingkat konsumen melonjak di sejumlah negara. Akan tetapi, tahukah Anda siapa yang paling diuntungkan dari kemelut tersebut?
Tren inflasi (kenaikan) harga barang konsumen saat ini tengah terjadi di sejumlah negara akibat masalah hambatan rantai pasok. Amerika Serikat (AS), misalnya. Pada Oktober 2021, inflasi melonjak 6,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan menjadi yang tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Biro Statistik Nasional Tiongkok sebelumnya juga mengumumkan bahwa indeks harga produsen pada periode sama naik 13,5 persen, lebih cepat ketimbang pertumbuhan 10,7 bulan sebelumnya, dan menyamai kecepatan sejak 1995. Indeks harga konsumen juga melaju 1,5 persen secara tahunan, naik dari 0,7 persen pada September 2021.
Melansir Fortune.com, Senin (06/12), di tengah harga barang konsumen yang melambung tinggi—terlebih menjelang periode liburan—ada satu sektor usaha yang mengambil untung: perusahaan pengiriman kontainer.
Tahun ini, laba sebelum pajak sektor pengiriman kontainer diperkirakan mencapai US$150 miliar atau sekitar Rp2.138 triliun menurut kalkulasi dari Drewry. Perusahaan konsultan penelitian maritim independen itu mengatakan nilai tersebut merupakan rekor tertinggi dan diperkirakan akan lebih banyak lagi pada 2022. Sedangkan pada 2020, berdasarkan data dari The Journal Of Commerce, laba industri ini US$25,4 miliar atau setara Rp362 triliun.
“Bagi pengamat pasar peti kemas berpengalaman, mengetik angka-angka ini di halaman benar-benar nyata,” demikian analisis Drewry dalam laporan Container Insight Weekly tentang industri tersebut.
Lembaga itu juga menyebutkan, pergerakan kurs spot yang lebih kuat dari perkiraan serta pemulihan rantai pasokan yang terlambat akan menyebabkan tarif angkutan global naik, Menurut mereka, kenaikannya 126 persen pada kuartal keempat 2021 dibandingkan kuartal sebelumnya.