Jakarta, FORTUNE - Berbekal mesin-mesin peninggalan, resep klasik, dan modal pinjaman senilai Rp50 juta; Bushido Bintari mengambil alih toko kue sang ibu dan melahirkan Ann’s Bakehouse & Creamery.
Perjalanan Ann’s memang tidak selegit kue cokelat Sacher Torte yang menjadi salah satu andalannya, tapi juga pahitnya pengorbanan, sebagaimana dikisahkan oleh Bushido Bintari, Pemilik dan Presiden Direktur Ann's Bakehouse & Creamery. Demi menghidupkan kembali bisnis kue tersebut, perempuan yang biasa disapa Dori tersebut rela meninggalkan pekerjaannya sebagai pengacara korporat pada sebuah firma hukum.
Pun begitu, dia merasa terbantu dengan latar belakang tersebut. Terbiasa dengan pemikiran analitis, struktur berpikir sistematis, dan kecakapan dalam manajemen risiko menjadi bekal berharga dalam mengelola bisnis. “Dulu saya bahkan membuat perhitungan: kalau dalam dua tahun Ann’s tidak berkembang, saya siap kembali ke law firm,” katanya. “Tapi begitu bisnis berjalan, saya melihat prospeknya sangat menjanjikan. Sejak itu, saya tidak pernah lagi terpikir untuk mundur.”
Dia mengaku titik mula itu terwujud pada 2014. Dengan tim kecil berisi empat orang—Dori, seorang partner bisnis, serta dua pastry chef—ia mengambil langkah berani: rebranding. Jenama lama bertajuk La Madeleine Patisserie diganti menjadi Ann’s Bakehouse & Creamery. Nama belakangan itu dipilih karena kesederhanaannya. Dia pun berpikir Ann’s lebih mudah diingat dan lebih mudah diucapkan.
Bahkan, kesederhanaan itu terpampang pada nama perusahaan sebagai tempat bernaung usahanya: PT Berawal dari Kue. Nama yang bermula dari celetukan spontan itu bahkan sempat membuat teller bank tersenyum ketika ia mengurus administrasi bank. Namun, menurutnya, nama itu mencerminkan kelugasan akar perjalanan bisnis ini—yang memang bermula dari kue.
Meski begitu, Dori memiliki strategi dan target bisnis jelas. Ann’s diposisikan sebagai brand kue premium karena, salah satunya, memasang target pasar utama segmen korporat dan wholesale yang mencakup hotel, restoran dan coffee shop. Baginya, rebranding bukan sekadar mengganti papan nama, melainkan langkah membuka peluang lebih besar. Kue- kue premium itu dipoles dengan branding yang kuat, pengemasan yang apik, dan pelayanan konsumen berkelas.
“Waktu itu kami berpikir, toko kue tidak harus punya offline store dulu, yang penting produknya enak, packaging bagus, dan service yang baik. Dari awal kami memang fokus ke customer service dan delivery,” kata Dori kepada Fortune Indonesia,di kantornya di kawasan Barito, Jakarta Selatan, pertengahan September 2025.
Dari sisi produk, Ann’s Bakehouse & Creamery sejak awal menegaskan komitmennya pada kualitas. Bahan baku premium dipilih tanpa kompromi meskipun harganya sedang melambung di pasar. Itu dilakukan demi menyajikan kue berkualitas dengan cita rasa kuat—apalagi portofolio produknya berkonsentrasi pada kue-kue klasik yang tak lekang oleh waktu. Hingga
kini, sejumlah resep warisan masih menjadi primadona Ann’s: Dark Chocolate Pudding, Cheese Mille Feuille, Sacher Torte, Petits Fours Special, hingga Carrot Cake. Konsep Petits Fours Special tetap menjadi produk yang bertahan dijual hingga sekarang dengan konsep dalam boks. Ketika banyak muncul kue-kue viral di media sosial, Dori pun memilih tidak mengikuti arus.
“Kami sangat klasik, tidak ikut-ikutan tren viral. Fokus kami membuat produk yang sustain dan timeless,” katanya.
Namun, Dori memahami rasa saja tidak cukup. Ia membangun fondasi pelayanan yang rapi sejak hari pertama. Dari hal-hal sederhana seperti menjawab pesan WhatsApp dengan bahasa formal—lengkap dengan sapaan formal “Bapak/Ibu” dan ejaan yang tertata, respons cepat dengan standar membalas pesan kurang dari dua menit, kemudahan memesan dan membantu pelanggan memilih produk sesuai kebutuhan —sehingga meningkatkan kepercayaan.
“Itu membuat pelanggan merasa yakin, meskipun waktu itu kami belum punya toko fisik,” ujarnya.
Dengan personel terbatas, hampir semua tugas di Ann’s ia kerjakan, mulai dari menjadi admin, layanan pelanggan, pemasaran, bahkan mengirim pesanan. “Selama tiga tahun pertama benar-benar kerja dari nol, tapi justru dari situ saya belajar dan akhirnya jatuh cinta dengan bisnis ini,” katanya.
Dori juga membangun branding dan strategi pemasaran secara total, mulai dengan mengandalkan kekuatan pemasaran dari mulut ke mulut, memperkuat situs web, hingga mengikuti pameran atau bazar. Pada 2014, ketika media sosial belum diandalkan sebagai platform pemasaran dan penjualan, Ann’s Bakehouse & Creamery justru menjadikannya kanal utama. Instagram digarap serius: setiap foto diambil dengan kamera profesional, ditata dengan food styling rapi, dan menampilkan visual bersih serta elegan sehingga cukup mumpuni untuk menarik pelanggan baru.