Jakarta, FORTUNE - Tindakan keras pemerintah Tiongkok terhadap bitcoin dan mata uang kripto lainnya membuat aktivitas penambangan koin digital di negara tersebut menurun drastis. Para penambang memindahkan server ke tempat-tempat dengan listrik murah dan lingkungan peraturan lebih ramah seperti Kazakhstan, dan Texas, Amerika Serikat.
Selama ini, Tiongkok merupakan negara penambang bitcoin terbesar. 65 persen koin yang beredar di seluruh dunia diproduksi di sana.
Rystad Energy—firma riset yang berbasis di Oslo, Norwegia—memperkirakan penambangan bitcoin di Negeri Panda membutuhkan 86 TWh listrik per tahun. Jumlah itu bahkan lebih besar dari konsumsi listrik rumah tangga di Pulau Jawa sepanjang 2020 yang mencapai 70 TWh.
Kondisi itu pula yang menyebabkan bitcoin dituding sebagai instrumen investasi yang tidak ramah lingkungan. Pasalnya, 63 persen dari total energi yang digunakan para penambang bitcoin di Tiongkok berasal dari tenaga batu bara, mayoritas di provinsi Tiongkok seperti Xinjiang dan Mongolia Dalam.
Jika Tiongkok berhasil menghentikan seluruh aktivitas penambangan tersebut, mereka dapat menekan emisi CO2 sebanyak 56 juta ton per tahun.