Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyoroti kontraksi Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terjadi dalam lima bulan terakhir. PMI manufaktur Indonesia mencapai level 49,6 pada November 2024, sedikit meningkat dari bulan sebelumnya (49,2), tetapi masih berada di bawah ambang ekspansi 50.
Sekretaris Jenderal Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto, menyatakan salah satu penyebab utama stagnasi PMI manufaktur adalah kebijakan yang belum mendukung pengembangan industri.
"Masih ada beberapa kebijakan yang mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya,” kata dia saat ditemui di Kemenperin, Jakarta, Senin (2/12).
Kendati demikian, ia tidak menyebutkan secara mendetail kebijakan mana yang menjadi penghambat dalam perkembangan industri dalam negeri.
Namun, ia berharap ke depan akan timbul kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan industri, agar memiliki daya saing.
Sementara itu, menurut juru bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief, salah satu faktor signifikan yang menekan sektor manufaktur adalah membanjirnya produk impor, baik legal maupun ilegal, di pasar domestik.
"Relaksasi impor yang terlalu luas telah membuka pintu bagi produk jadi impor, yang akhirnya menekan permintaan terhadap produk dari industri dalam negeri," kata Febri, dalam keterangannya, Senin (2/12).