Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi melakukan digital marketing (pexels.com/mikael)
ilustrasi melakukan digital marketing (pexels.com/mikael)

Jakarta, FORTUNE - Tahun ini, para pemasar di kawasan Asia-Pasifik menghadapi realitas baru: membangun merek dan mendorong pertumbuhan dengan anggaran yang lebih ramping. Di tengah tekanan ekonomi global dan volatilitas pasar, 53 persen marketer di Asia-Pasifik berencana memangkas belanja iklan mereka sepanjang 2025, menurut laporan Nielsen 2025 Annual Marketing Report yang dirilis pada Mei ini.

Secara global, angka itu bahkan mencapai 54 persen. Pemangkasan ini tidak bisa dipisahkan dari berbagai tekanan struktural—ketegangan rantai pasok global, fluktuasi harga bahan baku, dan melemahnya kepercayaan konsumen di sejumlah pasar utama. Para pemasar di sektor teknologi dan jasa keuangan menjadi yang paling terdampak di Asia-Pasifik, memaksa mereka merancang ulang strategi media secara menyeluruh.

Namun yang menarik, tekanan anggaran ini tidak disertai dengan pelonggaran target. “Anggaran yang lebih kecil tidak selalu berarti target atau tujuan yang lebih rendah,” demikian diungkap Nielsen dalam laporan tersebut.

Nielsen menegaskan bahwa kondisi ini menuntut para pemasar untuk bekerja lebih cerdas, bukan hanya lebih keras. “Itu berarti para pemasar harus lebih efisien dalam membelanjakan media mereka untuk mempertahankan—bahkan meningkatkan—hasil yang dicapai,” tulis laporan tersebut.

Tantangan di lanskap media

Dok. Nielsen

Laporan Nielsen 2025 Annual Marketing Report menunjukkan bahwa Asia-Pasifik menghadirkan lanskap media paling kompleks saat ini—dari audiens loyal TV linier hingga populasi muda digital native yang mobile-first. Namun hanya 37 persen pemasar di kawasan ini yang mengukur performa media digital dan tradisional secara terpadu. Angka ini bukan hanya lebih rendah dari rata-rata global (32 persen), tetapi juga turun dibandingkan tahun lalu.

Nielsen mengidentifikasi sejumlah hambatan struktural: integrasi data yang lemah, metrik antar kanal yang tidak sebanding, serta kurangnya transparansi dari platform digital tertutup atau walled gardens. Akibatnya, banyak potensi sinergi lintas kanal yang tidak tereksplorasi secara optimal, meski belanja iklan tetap berjalan.

Di sisi lain, Retail Media Networks (RMN) muncul sebagai kanal yang menjanjikan efisiensi sekaligus efektivitas. Di Asia-Pasifik, 68 persen marketer menyatakan bahwa mereka akan meningkatkan peran RMN dalam strategi medianya tahun ini.

Awalnya banyak dimanfaatkan untuk aktivasi dan konversi (bottom-funnel), kini RMN mulai dilihat sebagai kanal strategis untuk membangun merek secara penuh, dari awareness hingga conversion.

Namun tantangan baru pun muncul. Sebagian besar platform RMN masih mengandalkan sistem atribusi internal, yang membuat pengukuran performa menjadi tidak objektif dan sulit dibandingkan lintas kanal. “Sulit mempercayai penerbit yang menilai pekerjaannya sendiri,” tulis Nielsen.

Strategi menghadapi tekanan anggaran

Dok. Nielsen

Lalu, apa yang strategi yang dilakukan? Dalam tekanan anggaran, para pemasar merespons dengan sejumlah strategi. Sebanyak 69 persen mengalihkan dana ke saluran yang lebih murah, 66 persen memperbesar porsi digital, dan 65 persen memprioritaskan kampanye berbasis performa. Namun optimalisasi ini tidak akan efektif tanpa pengukuran kinerja yang akurat dan menyeluruh.

Nielsen mencatat bahwa tantangan utama dalam pengukuran ROI datang dari kurangnya keselarasan antar pemangku kepentingan (22 persen), data yang tidak bisa dibandingkan antar kanal (19 persen), serta definisi KPI yang belum seragam (19 persen). Dalam memilih teknologi pengukuran, pemasar di Asia-Pasifik kini menempatkan akurasi sebagai prioritas utama, disusul kemudahan penggunaan dan konektivitas sistem.

Seiring tumbuhnya kanal seperti connected TV dan RMN, kemampuan untuk mengukur efektivitas lintas kanal menjadi semakin penting. Nielsen menekankan bahwa perusahaan yang berhasil menavigasi fragmentasi media dengan pendekatan data-driven full-funnel akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan.

Laporan Nielsen menutup dengan menekankan ketangguhan para pemasar dalam menghadapi dinamika pasar yang terus berubah. “Para pemasar lebih dari siapa pun tahu cara beradaptasi dengan kondisi yang berubah-ubah. Mereka bahkan sudah mulai membangun titik temu baru dengan audiens di seluruh tahapan funnel… dan mulai memanfaatkan kecerdasan buatan untuk menyederhanakan operasional mereka," tulis laporan tersebut.

Dalam konteks Asia-Pasifik yang terus berubah, keputusan untuk memangkas belanja iklan bukan berarti memperkecil ambisi. Justru, dengan fondasi data yang akurat dan strategi media yang lincah, efisiensi bisa menjadi jalur tercepat menuju pertumbuhan yang lebih berkelanjutan.

Editorial Team