Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia menargetkan penambahan 10 persen saham di PT Freeport Indonesia (PTFI), demi meningkatkan kepemilikan negara menjadi 61 persen dan mengamankan kontribusi ekonomi jangka panjang dari salah satu tambang terbesar di dunia tersebut.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, mengungkapkan proses diskusi terkait penambahan saham Freeport saat ini masih berjalan intensif. Pemerintah melalui holding BUMN pertambangan MIND ID telah menguasai 51,2 persen saham PTFI.
“Salah satu pemikirannya adalah bagaimana kalau seandainya pada 2041 ditambah lagi sahamnya 10 persen. Itu masih didiskusikan. Mudah-mudahan bisa tercapai kesepakatan,” ujar Tony dalam acara Indonesia Summit 2025 di Jakarta, Rabu (27/8).
Tony menyatakan keberhasilan negosiasi ini sangatlah penting. Jika kesepakatan penambahan saham dan perpanjangan kontrak Freeport tidak tercapai, kontribusi besar perusahaan terhadap perekonomian nasional senilai US$4 miliar (sekitar Rp62 triliun) per tahun berpotensi terhenti total setelah 2041.
Ia mengungkap potensi dampak berantainya.
“Kontribusi kepada daerah sekitar 700 juta dolar per tahun juga berhenti, employment 30.000 berhenti, semuanya berhenti,” katanya.
Sebaliknya, jika akuisisi 10 persen saham berhasil dan izin operasi diperpanjang, manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia akan terus berlanjut untuk beberapa dekade mendatang.
“Kalau kemudian bisa dilakukan lebih lanjut lagi sampai 2061 atau bahkan lebih, maka manfaat-manfaat ekonomi itu akan terus berlanjut,” ujarnya.
Keyakinan akan keberlanjutan operasi ini didukung oleh investasi Freeport yang masif dalam pengembangan tambang bawah tanah (underground mining). Perusahaan secara konsisten mengalokasikan belanja modal (CAPEX) sebesar US$1 miliar hingga US$1,5 miliar (setara Rp15 triliun) per tahun.
Investasi besar inilah yang menopang kontribusi signifikan PTFI, yang nilainya mencapai hampir 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Di tingkat regional, dampaknya bahkan lebih dominan, menyumbang 71 persen PDRB Provinsi Papua Tengah dan 90 persen PDRB Kabupaten Mimika.
Tony menyimpulkan bahwa aktivitas investasi berkelanjutan ini menjadi motor penggerak utama ekonomi, tidak hanya di Papua tetapi juga di daerah lain yang memiliki operasi pertambangan skala besar.