Jakarta, FORTUNE - Pemerintah meresmikan pabrik petrokimia PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) di Cilegon, Banten. Pabrik ini digadang-gadang mampu mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia yang selama ini mencapai sekitar 50 persen.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan fasilitas ini akan memproduksi 15 jenis produk petrokimia, seperti ethylene, propylene, mixed C4, bensin pyrolysis, hidrogen, high density polyethylene (HDPE), low density polyethylene (LDPE), polypropylene, butadiene, dan BTX.
Produk-produk tersebut merupakan bahan baku utama berbagai industri hilir, mulai dari alat medis, karet sintetis, kabel listrik, komponen otomotif, hingga produk manufaktur lainnya. Dari total kapasitas produksi, sekitar 70 persen akan dipasarkan di dalam negeri dan 30 persen diekspor.
"Selama ini kita banyak impor. Tapi dengan hadirnya pabrik ini, ketergantungan impor bisa ditekan. Jadi, 70 persen produksi akan menjadi substitusi impor," ujar Bahlil dalam peresmian Pabrik New Ethylene Project milik PT Lotte Chemical Indonesia (LCI), yang dikutip secara virtual, Kamis (6/11).
Setelah beroperasi penuh, Bahlil memproyeksikan total nilai penjualan pabrik ini bisa mencapai sekitar US$2 miliar per tahun, yang mana US$1,4–1,5 miliar disumbang dari pasar domestik dan sisanya ekspor.
Bahlil juga mengklaim bahwa fasilitas ini merupakan yang terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan nilai mencapai sekitar US$4 miliar atau setara Rp63 triliun.
Dari sisi lapangan kerja, selama tahap konstruksi dan operasional diperkirakan bakal menyerap sekitar 40 ribu tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung.
Proyek ini mulai digagas sejak 2016 namun sempat mangkrak selama 5 tahun. Baru pada April 2022 proses pembangunan pabrik dimulai kembali dan bisa beroperasi sejak Oktober 2025.
PT LCI menjadi fasilitas hilirisasi migas kedua di Indonesia yang mencapai tahap industri petrokimia terintegrasi sejak pembangunan Petrochemical Complex Chandra Asri sekitar tiga dekade lalu.
