Jakarta, FORTUNE – Pemerintah mengusulkan pembangunan fasilitas pencampuran untuk komoditas batu bara (coal blending facility). Langkah tersebut bertujuan memberikan keadilan dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) batu bara bagi industri maupun perusahaan tambang.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin, mengatakan usulan itu sedang dikaji oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Perusahaan, kata Ridwan (17/11), tidak mudah menjalankan kebijakan ini. Pasalnya, tak semua spesifikasi batu bara yang dihasilkan Badan Usaha (BU) pertambangan memiliki pasar dalam negeri dan dapat diserap oleh pasar domestik.
Coal blending facility diyakini dapat menjadi solusi untuk memperbaiki dan menyatukan sifat kualitas batu bara dari daerah atau dengan jenis berbeda. "Kami mendorong PLN khususnya atau perusahaan pengguna yang lain untuk membangun fasilitas pencampuran batu bara yang dikelola BUMN atau swasta untuk mengolah berbagai spesifikasi batu bara agar sesuai dengan kebutuhan dalam negeri," ujarnya.
Ridwan juga mengusulkan skema pengenaan dana kompensasi bagi BU pertambangan yang tidak memenuhi kewajiban DMO. Nantinya dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Menurutnya, konsumsi batu bara dalam negeri selama ini lebih kecil dibandingkan dengan tingkat produksi batu bara nasional. Di samping itu, tidak semua BU pertambangan berkesempatan menjalin kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri.
Sebagai gambaran, Ridwan menjabarkan realisasi produksi batu bara nasional hingga Oktober 2021 telah mencapai 512 juta ton atau 82 persen dari target 625 juta ton yang ditetapkan untuk 2021. Sementara itu, tingkat realisasi DMO baru 110 juta ton.
