Jakarta, FORTUNE – Prospek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia masih sangat besar untuk mendorong ekosistem sumber energi baru terbarukan (EBT). Hal ini disebabkan oleh letak geografis Indonesia, memungkinkan proses penyinaran lebih banyak dibanding negara lain. Apalagi matahari merupakan sumber energi gratis.
“Bagi Indonesia yang terletak di khatulistiwa, kita cukup panjang waktu penyinarannya, bila dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki 4 musim,” kata Pengamat EBT sekaligus Guru Besar Teknik Tenaga Listrik dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Atmonobudi Soebagio kepada Fortune Indonesia, Kamis (7/4).
Saat ini, penerapan PLTS di Indonesia tidak memiliki kendala yang signifikan. Hanya saja, para pengguna PLTS, perlu memperhatikan fakta bahwa efisiensi daya listrik dari solar cell itu berbeda-beda. Ini penting untuk diketahui, terutama dalam memilih harga peralatan yang sesuai dengan kebutuhan.
“Efisiensi sel surya berkisar antara 10 persen hingga 47 persen. Semakin tinggi efisiensi, semakin mahal harganya,” ujar Atmonobudi. “Sel surya yang ada di pasar Indonesia memiliki efisiensi antara 10 persen sampai 20 persen. Sedangkan, efisiensi yang tinggi–di atas 40 persen–biasanya digunakan pada satelit yang mengorbit di luar angkasa.”