Penjualan E-Commerce ASEAN Diprediksi Tembus US$410 Miliar, Naik 100%

Intinya sih...
Penjualan E-Commerce ASEAN diprediksi tembus US$410 miliar pada tahun 2030, naik 100% dari US$184 miliar pada tahun 2024.
Pendorong utama profitabilitas e-commerce termasuk konsolidasi pangsa pasar dan investasi dalam model bisnis vertikal terkait e-commerce.
Solusi pemberian kredit menjadi opsi pengembangan e-commerce dengan optimalisasi biaya, pertumbuhan pendapatan, dan membangun basis pelanggan sebagai faktor kunci keberhasilan.
Jakarta, FORTUNE – Sektor e-commerce di Asia Tenggara (ASEAN) diprediksi akan memasuki fase pertumbuhan baru dengan fokus pada keuntungan dan pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan dengan dukungan kredit.
Laporan DBS Nextwave Southeast Asia 2025 bahkan memproyeksikan bahwa penjualan barang di e-commerce untuk kawasan Asia Tenggara akan meningkat lebih dari dua kali lipat di 2030 mendatang.
Dari penjualan awal US$184 miliar atau sekitar Rp3.034 triliun pada tahun 2024, menjadi US$410 miliar atau sekitar Rp6.779 triliun pada tahun 2030. Dengan demikian, tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 14 persen selama periode tersebut.
“Kami percaya platform ini akan tumbuh dengan mencatatkan keuntungan dan memainkan peran penting sebagai penghubung untuk gelombang inovasi berikutnya di Asia Tenggara,” kata Head of Digital Economy Group Institutional Banking Bank DBS, Chua Shih Guan melalui keterangan resmi di Jakarta, Kamis (15/5).
Ini pendorong utama profitabilitas e-commerce
Sejalan dengan pertumbuhan ini, beberapa raksasa e-commerce di kawasan Asia Tenggara juga telah mencapai profitabilitas. Faktor-faktor yang menjadi pendorong utama profitabilitas antara lain ialah konsolidasi pangsa pasar, peningkatan biaya layanan, dan fokus yang lebih besar pada penawaran inti bisnis.
Beberapa perusahaan juga berinvestasi dalam model bisnis vertikal yang terkait dengan e-commerce, seperti pergudangan dan pengiriman jarak jauh, untuk meningkatkan efisiensi operasional dan memperbaiki layanan pelanggan.
“Seiring dengan matangnya sektor e-commerce di kawasan ini, kami melihat pergeseran dari sekadar menawarkan promosi dan diskon menuju pengalaman pelanggan yang lebih inovatif dan berbeda. Ini dicapai melalui investasi di area seperti personalisasi berbasis AI, logistik yang lebih baik, dan keuangan yang lebih tangguh,” kata Chua Shih Guan.
Solusi pemberian kredit jadi opsi pengembangan e-commerce
Seiring dengan semakin matangnya sektor e-commerce, berbagai platform juga mulai beralih dari ekspansi cepat menuju pertumbuhan yang berkelanjutan. Optimalisasi biaya, pertumbuhan pendapatan, serta membangun basis pelanggan akan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam fase pengembangan berikutnya.
Misalnya, platform yang memberikan pengalaman berbelanja yang lebih personal dan menarik – serta membangun loyalitas pelanggan yang lebih kuat – akan lebih siap untuk mempertahankan dan memperluas pangsa pasar mereka.
“Evolusi ini juga mungkin memerlukan para pendirinya untuk menggabungkan penggalangan dana dengan solusi kredit dalam perjalanan bisnis mereka. Sebagai bank yang berada di garis depan inovasi digital, Bank DBS berkomitmen untuk memanfaatkan rangkaian solusi,” katanya.
Faktor-faktor lain seperti adopsi kecerdasan buatan (AI) juga diperkirakan akan memainkan peran kunci dalam pergeseran ini, berkembang dari penggunaan di backend seperti penandaan produk, menjadi rekomendasi barang yang lebih sesuai dan menyajikan pengalaman belanja yang hyper-personalised dan imersif.
“E-commerce telah menjadi salah satu kekuatan paling transformatif dalam perjalanan digital Asia Tenggara. Tidak hanya mengubah cara orang berbelanja, tetapi mereka juga meletakkan dasar bagi pertumbuhan di sektor logistik, pembayaran, fintech, dan infrastruktur digital,” kata Co-Founder Cube, Simon Torring.