Jakarta, FORTUNE - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk terlihat tengah berupaya memperkuat permodalan di tengah kondisi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sejumlah langkah strategis tengah disiapkan oleh bank pelat merah tersebut, termasuk rencana merilis obligasi atau surat utang perpetual.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan via Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (17/9), BNI menyatakan telah menyelesaikan roadshow, penawaran, dan penetapan harga terkait rencana penerbitan obligasi perpetual senilai US$600 juta atau sekitar Rp8,7 triliun. BNI melalui obligasi ini akan menawarkan tingkat suku bunga sebesar 4,3 persen per tahun berdasarkan ketentuan Regulation S (Reg S), Securities Act Amerika Serikat, yang akan terdaftar di Bursa Efek Singapura atau SGX.
Menurut pihak BNI, penerbitan obligasi itu sebagai wujud instrumen penambahan modal inti bank sesuai aturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sehubungan dengan rencana tersebut, perusahaan telah menandatangani Perjanjian Pembelian Efek (Subscription Agreement) pada Kamis (16/9).
“Dana hasil rencana penerbitan Efek Modal Tier 1 akan digunakan untuk menambah modal inti tambahan bank, secara umum untuk penguatan modal, meningkatkan pembiayaan serta untuk memperkuat komposisi struktur dana jangka panjang,” kata Sekretaris Perusahaan BNI, Mucharom, dalam keterangan tertulis.
Obligasi yang akan dijual tersebut merupakan instrumen utang yang memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi, dan tidak memiliki jangka waktu. Pembayaran distribusinya (imbal hasil) tidak dapat diakumulasikan (perpetual non-cumulative subordinated debt). Efek modal ini tidak ditawarkan atau dijual di Indonesia atau kepada investor Indonesia baik individu, institusi, maupun bentuk hukum lainnya.