Jakarta, FORTUNE — Merek sepatu global, Nike, diperkirakan akan mencatat penurunan pendapatan paling tajam dalam lima tahun terakhir, berdasarkan laporan kinerja kuartalan terbaru. Penurunan ini terjadi seiring dengan melemahnya minat masyarakat untuk membeli produk non-esensial seperti perlengkapan olahraga dan pakaian.
Mengutip Reuters, unduhan aplikasi seluler Nike untuk periode kuartal dilaporkan turun 35 persen dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data dari firma intelijen pasar Sensor Tower. Selain itu, jumlah kunjungan ke toko-toko fisik Nike juga turun sebesar 11 persen, berdasarkan data yang dihimpun oleh Raymond James.
Foot Locker, salah satu peritel utama Nike, mengungkapkan bahwa tekanan promosi akan memengaruhi margin keuntungannya pada tahun mendatang. Ini menandakan bahwa diskon yang diberikan Nike hanya bertujuan untuk menghabiskan stok barang yang tidak terjual.
Produk-produk Nike menyumbang lebih dari 60 persen dari total barang dagangan Foot Locker. Berbagai indikator ini menunjukkan bahwa Nike dan CEO barunya, Elliott Hill — yang baru menjabat sejak Oktober 2024 — menghadapi tantangan besar ke depan. Sejak pengangkatan Hill, saham Nike telah turun 19 persen sejak 20 September, sementara saham Adidas justru sedikit menguat dalam periode yang sama.
Di bawah kepemimpinan Hill, Nike tengah menjalankan strategi perubahan yang cukup ambisius. Namun, analis Morningstar, David Swartz, menilai bahwa satu atau dua model baru yang menarik saja tidak cukup untuk mengembalikan pertumbuhan penjualan raksasa olahraga ini.
"Perlu adanya penciptaan lini produk baru yang benar-benar besar, semacam waralaba baru yang dapat menambah penjualan hingga miliaran dolar," ujar Swartz dikutip dari Reuters, Kamis (20/3). "Itu membutuhkan waktu bertahun-tahun."
Menurut data yang dikumpulkan oleh LSEG, Nike diperkirakan akan membukukan penurunan pendapatan sebesar 11,5 persen menjadi US$11,01 miliar pada kuartal ketiga. Jika terjadi, ini akan menjadi penurunan paling tajam sejak penurunan 38 persen pada kuartal keempat tahun fiskal 2020 ketika pandemi.
Laba per saham juga diperkirakan turun tajam menjadi 29 sen, dari 77 sen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Para investor mengatakan kepada Reuters bahwa mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang upaya Nike dalam membangun kembali hubungan dengan para peritel dan mengurangi inventaris yang menumpuk.
"Ini tetap menjadi cerita yang membutuhkan pembuktian," kata Jay Woods, Kepala Strategi Global di perusahaan perbankan investasi Freedom Capital Markets. "Pertanyaannya, apakah investor punya cukup kesabaran?"