Jakarta, FORTUNE - PT Pertamina (Persero) terus menggenjot pembangunan kilang pada tahun ini. Namun, Direktur Transformasi dan Keberlanjutan Bisnis PT Pertamina Agung Wicaksono mengatakan pembangunan kilang memiliki beberapa tantangan bisnis berupa investasi dan risiko tinggi.
Di tengah kondisi perekonomian dunia yang tak menentu saat ini, bisnis kilang berada dalam tekanan. Hal tersebut disebabkan oleh banyak bisnis kilang di dunia yang telah selesai pembangunan, sehingga suplai minyak semakin melimpah.
Di sisi lain, permintaan bahan bakar saat ini sedang menurun, salah satunya disebabkan oleh kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) yang semakin masif digunakan.
“Electric vehicle mengurangi demand bahan bakar, juga kondisi konflik dunia tentu berdampak. Sehingga akibatnya di mana-mana margin bisnis kilang itu tipis banget,” ujar Agung saat ditemui usai acara Swiss dan Indonesia Infrastructure Conference 2025 di Jakarta, Jumat (3/10).
Adapun, kilang-kilang lama yang kurang kompetitif berpotensi ditutup. “Nah untuk itu, untuk melakukan investasi di kilang harus dilakukan dengan sangat hati-hati,” imbuhnya.
Salah satu pembangunann kilang yang sedang dikebut adalah proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, yang progresnya mencapai 96,5 persen. Jika sudah beroperasi, kapasitas pengolahan kilang iniakan naik dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari.
Pertamina mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar US$7,4 miliar atau sekitar Rp122,93 triliun untuk Kilang Balikpapan.
“Ini menunjukkan bahwa Pertamina menjalankan dorongan dari pemerintah, namun dengan penuh kehati-hatian mempertimbangkan resiko yang ada di dunia, baik resiko yang sifatnya ekonomi, juga resiko bisnis,” imbuhnya.
Menanggapi rencana pembangunan tujuh kilang baru, Pertamina menegaskan bahwa proyek tersebut hanya akan memungkinkan jika mendapat dukungan penuh pemerintah.
“Kalau ada dukungan pemerintah, baru kita bisa lihat visibility-nya. Kalau tidak, itu akan sangat menantang. Namun, kalau pemerintah mengarahkan ini sebagai kebijakan dan kebijakannya mendukung, tentu hal ini harus dilakukan demi ketahanan energi,” ujar Agung.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa mengkritik Pertamina dalam rapat kerja bersama DPR. Pertamina disebut lamban merealisasi pembangunan kilang, sehingga Indonesia terlalu bergantung pada impor BBM dari Singapura dengan nilai hingga puluhan miliar dolar.
Purbaya menagih janji Pertamina yang akan membangun 7 kilang baru dalam 5 tahun.
“Sudah puluhan tahun kita tidak bangun kilang baru. Kalau Pertamina tidak bisa, biar investor lain yang masuk, termasuk dari Cina,” kata Purbaya pada rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Jumat (3/10).