Jakarta, FORTUNE – Di antara kabar tren pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pada berbagai industri saat ini, termasuk sektor teknologi, satu hal yang sering dibahas adalah dampaknya terhadap karyawan. Mesti diakui, pekerja adalah pihak yang secara umum dipandang merasakan langsung efek efisiensi bisnis.
Bagi mereka yang terkena kebijakan PHK massal, masalahnya tidak berhenti di situ. Sebab, mereka segera mencari pekerjaan demi meneruskan penghidupan demi memenuhi kebutuhan diri (dan keluarga).
Namun, PHK massal ternyata mengharuskan perusahaan untuk mengeluarkan ongkos lebih besar. Ada beberapa dampak negatif pemecatan besar-besaran terhadap organisasi: ancaman penurunan produktivitas, raibnya pengetahuan berharga, hingga penurunan harga saham.
Berdasar atas sejumlah perkiraan, lansir Fortune.com, Rabu (1/2), lebih dari 58.000 pekerja teknologi di Amerika Serikat telah terkena PHK sepanjang tahun ini. Dan, itu pun hanya dari satu industri. Sebab, PHK massal kemungkinan akan terus bergulir dan sebagian besar karena adanya perusahaan yang latah mengikutinya. Sisanya adalah perusahaan yang mengevaluasi kebijakan perekrutan besar-besaran pada tahun-tahun sebelumnya.
Menurut survei asosiasi riset global, Conference Board, 98 persen CEO AS memperkirakan resesi akan terjadi pada masa mendatang. Sebagai respons atas perkiraan kemerosotan ekonomi, mereka berusaha keras untuk memotong anggaran perusahaan, salah satunya dengan memangkas karyawan.
Namun, apakah PHK menjadi jawaban yang tepat secara finansial? Sejumlah penelitian justru menunjukkan dampak efisiensi karyawan terhadap keuangan perusahaan bisa jadi semu. Justru, kebijakan pemangkasan karyawan menyimpan ongkos lebih besar di kemudian hari, dan hal tersebut acap kali tidak disadari oleh pemimpin bisnis.